Laporan Agroklimatologi Pengamatan Curah Hujan
PENGAMATAN CURAH HUJAN DI DAERAH LAHAN PERTANIAN KAMPUS MENDALO
LAPORAN PRAKTIKUM
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Semua energi di alam raya termasuk yang digunakan dalam prose genesis dan diferensiasi tanah bersumber dari energi panas matahari. Jumlah energi yang sampai ke permukaan bumi tergantung pada kondisi bumi atau cuaca. Cuacalah yang bertanggung jawab dalam mengubah energi matahari menjadi energi mekanik atau panas, yang memicu prosse penguapan air melalui mekanisme transpirasi tanaman dan evaporasi permukaan non-tanaman (evapotranspirasi). Diantara komponen iklim yang paling berperan adalah curah hujan dan temperatur (Hanafiah, 2005).
Hujan
merupakan komponen masukan yang paling
penting dalam proses hidrologi,
karena jumlah kedalaman
hujan (rainfall depth) ini
yang dialihragamkan menjadi aliran
di sungai, baik
melalui limpasan permukaan (surface runoff), aliran antara (interflow, sub surface flow) maupun
sebagai aliran air tanah (groundwater
flow) (Harto, 1993).
Untuk daerah
tropika seperti Indonesia
dengan prespitasi umumnya ditafsirkan curah hujan. Adapun yang
disebut curah hujan bulanan rata-rata adalah
rata-rata
jumlah hujan yang
tercatat selama panjang
bukan yang bersangkutan
(Daldjoeni, 1986).
Curah hujan
merupakan salah satu
unsur iklim selain suhu,
kelembapan, radiasi matahari, evaporasi, tekanan udara dan kecepatan
angin.
Hujan adalah air yang jatuh ke permukaan bumi sebagai
akibat terjadinya kondensasi dari partikelpartikel air di langit (Endriyanto
dan Ihsan, 2011).
Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di
Indonesia karena keragamannnya sangat tinggi baik menurut waktu maupun menurut
tempat. Selain itu, Indonesia juga terletak pada iklim tropis dan iklim
maritim. Oleh karena itu kajian
tentang iklim lebih
banyak diarahkan pada
hujan (http://repository.usu.ac.id., 2013).
Intensifikasi
hujan adalah banyaknya curah hujan per satuan jangka waktu tertentu. Apabila
dikatakan intensitas besar, berarti hujan lebat dan ini kurang baik pada tanaman
dan peternakan, karena
dapat menimbulkan erosi
dan banjir (Kartasapoetra, 2004).
Sistem produksi
pertanian sangat dipengaruhi
oleh iklim. Faktor
iklim yang paling
terasa perubahannya akibat
anomali iklim adalah
curah hujan. Di Indonesia
kejadian anomali iklim
mempengaruhi produksi pertanian
dan ketahanan pangan. Dampak anomali iklim diantaranya adalah terjadinya
gangguan secara langsung terhadap sistem pertanian (Hanum, 2013).
Informasi
curah hujan diperlukan mengenai jumlah hujan, jumlah hari hujan dan sebarannya
menurut waktu. Kelembaban berkaitan dengan pertumbuhan hama dan penyakit
tertentu pada berbagai tanaman. Suhu berkatan dengan umur tanaman, pertumbuhan
generatif, pembentukan biji, buah dan gangguan fisiologis lainnya. Angin
diperlukan untuk penguapan, penyerbukan, keseimbangan kandungan
udara, bahkan tenaga angin dapat dipakai untuk menggerakan berbagai alat
mekanik pertanian. Yoshida and Parao (1976) menyatakan suhu, radiasi surya dan
curah hujan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil padi melalui dua cara. Pertama
secara langsung, iklim mempengaruhi proses fisiologis tanaman, seperti
pertumbuhan vegetatif, susunan organ-organ penyimpanan dan pengisian gabah.
Kedua secara tidak langsung mempengaruhi hasil gabah melalui kerusakan oleh
hama dan penyakit yang menyerang tanaman.
Hal ini menjadi salah satu dasar
dibutuhkannya data yang akurat dan tersedia secara cepat bagi kegiatan
pertanian. Data yang tersedia diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam
mengelola kegiatan on farm. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dilakukanlah
praktikum pengamatan curah hujan sebagai pengetahuan mengenai cara dan teknis
pengamatan.
1.2
Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah :
1.
Mempelajari alat pengukur curah hujan
manual dan otomatis.
2.
Mengetahui cara membuat alat ukur curah
hujan sederhana.
3.
Mengoperasikan alat ukur curah hujan
sederhana dan cara pencatatannya.
4.
Memperoleh data curah hujan daerah sekitar
percobaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Curah Hujan
Curah
hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada suatu daerah dalam waktu tertentu.
Alat untuk mengukur banyaknya curah hujan disebut Rain gauge. Curah hujan diukur dalam harian, bulanan, dan tahunan.
Curah hujan yang jatuh di wilayah Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain adalah bentuk medan/topografi, arah lereng medan, arah angin yang
sejajar dengan garis pantai dan jarak perjalanan angina diatas medan datar.
Hujan merupakan peristiwa sampainya air dalam bentuk cair maupun padat yang
dicurahkan dari atmosfer ke permukaan bumi (Handoko, 2003).
Hujan adalah kebasahan yang jatuh ke
bumi dalam bentuk cair. Butir-butir hujan mempunyai garis tengah 0,08 – 6 mm.
Hujan terdapat dalam beberapa macam yaitu hujan halus, hujan rintik-rintik dan
hujan lebat. Perbedaan terutama pada besarnya butir-butir. Hujan lebat biasanya
turun sebentar saja jatuh dari awan cumulonimbus. Hujan semacam ini dapat amat
kuat dengan intensitas yang besar (Karim, 1985).
Curah hujan dapat diukur dengan alat
pengukur curah hujan otomatis atau yang manual. Alat-alat pengukur tersebut
harus diletakkan pada daerah yang masih alamiah, sehingga curah hujan yang
terukur dapat mewakili wilayah yang luas. Salah satu tipe pengukur hujan manual
yang paling banyak dipakai adalah tipe observatorium (obs) atau sering disebut
ombrometer. Curah hujan dari pengukuran alat ini dihitung dari volume air hujan
dibagi dengan luas mulut penakar. Alat tipe observatorium ini merupakan alat
baku dengan mulut penakar seluas 100 cm2 dan dipasang dengan ketinggian mulut
penakar 1,2 meter dari permukaan tanah (Jumin, 2002).
Hujan
adalah presipitasi yang jatuh ke bumi dalam bentuk air. Hujan dibedakan dari
ukuran butir (0,08 – 8 mm), dan kejadiannya. Menurut ukuran diameternya : hujan
gerimis (<2 mm), rintik-rintik (2-4 mm) dan deras (>4 mm)
(Muin
N.S, 2008).
Hujan harian adalah Curah hujan yang diukur berdasarkan jangka waktu satu hari
(24 jam). Hujan kumulatif merupakan jumlah kumpulan hujan dalam suatu periode tertentu
seperti mingguan, 10 harian, dan bulanan, serta tahunan. Hari hujan merupakan
kejadian hujan dengan curah huajn lebih besar atau sama dengan 0,5 mm. Hujan
jangka pendek-intensitas hujan adalah Hujan yang diukur kontinyu selama waktu
pendek seperti setiap satu jam, setengah jam, dua jam, dan sebagainya. Dalam
istilah umum lebih tepat juga dengan intensitas hujan. Pengukuran ini dilakukan
untuk mengetahui kekuatan kelebatan hujan selama kejadian hujan ( Anonim,2008 ).
Curah hujan dibatasi sebagai tinggi air (dalam mm) yang diterima di permukaan
sebelum mengalami aliran permukaan, evaporasi dan peresapan/perembesan ke dalm
tanah. Jumlah hari hujan umumnya di batasi dengan jumlah dengan curah hujan 0,5
mm atau lebih. Jumlah hari hujan dapat dinyatakan per-minggu,dekade,bulan,tahun
atau periode tanam (tahap pertumbuhan tanaman). Intensitas hujan adalah curah
hujan dibagi dengan selang waktu terjadinya hujan ( Handoko,1986 ).
Air hujan terdiri atas : ion-ion
natrium, kalium, kalsium, khlo, bikarbinat, dan sulfat ynag merupakan jumlah
yang besar bersama-sama. Ammonia, nitra, nitrit, nitrogen, dan susunan-susunan
nitrogen lain. Bagian yang kecil misalnya: iodine, bromine, boron, besi,
almunium, dan silica. Asal unsure-unsur ini adalah lautan, sungai-sungai atau
danau, permukaan tanah, vegetasi, industri, dan gunung-gunung berapi. Air hujan
pH-nya berkisar antara 3,0-9,8 (Wisnubroto, 2006).
`Hujan merupakan
susunan kimia yang cukup kompleks serta bervariasi dari tempat yang satu ke
tempat yang lain, dari musim ke musim pada tempat yang sama dan dari waktu
hujan berbeda. Air hujan terdiri atas: ion-ion natrium, kalium, kalsium, khlor,
karbonat dan sulfat yang merupakan jumlah yang besar bersama-sama (Soekardi,
1986).
Curah hujan
merupakan salah satu rabic iklim selain suhu, kelembaban, radiasi matahari,
evaporasi, tekanan udara dan kecepatan angin. Hujan adalah air yang jatuh ke
permukaan bumi sebagai akibat terjadinya kondensasi dari partikel-partikel air
dilangit. Jumlah curah hujan diukur sebagai volume air yang jatuh di atas
permukaan bidang datar dalam periode waktu tertentu, yaitu harian, mingguan,
bulanan, atau tahunan (Endriyanto dan Ihsan, 2011).
Hujan adalah
sebuah proses kondensasi uap air di atmosfer menjadi butir air yang cukup berat
untuk jatuh dan biasanya tiba di permukaan. Hujan biasanya terjadi karena
pendinginan suhu udara atau penambahan uap air ke udara. Hal tersebut tidak
lepas dari kemungkinan akan terjadi bersamaan. Turunnya hujan biasanya tidak
lepas dari pengaruh kelembaban udara yang memacu jumlah titik-titik air yang
terdapat pada udara. Indonesia memiliki daerah yang dilalui garis khatulistiwa
dan sebagian besar daerah di Indonesia merupakan daerah tropis, walaupun
demikian beberapa daerah di Indonesia memiliki intensitas hujan yang cukup
besar (Hartanto, 2012).
Air yang
jatuh di atas permukaan tanah yang datar dianggap sama tinggi. Volume air hujan
pada luas permukaan tertentu dengan mudah dapat dihitung bila tingginya dapat
diketahui. Maka langkah penting dalam pengukuran hujan ditujukan rabica
pengukuran tinggi yang rabicaative dari hujan yang jatuh selama jangka waktu
tertentu (Ariffin, dkk, 2010).
2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Curah
Hujan
Curah hujan
yang jatuh di satu daerah dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu garis lintang,
bentuk topografi, arah lereng, ketiggian tempat, perbedaan suhu tanah (daratan)
dan lautan, jarak perjalanan angin di atas medan datar, arah angin yang sejajar
dengan garis pantai (Hanum, 2013).
1. Faktor Garis Lintang menyebabkan
perbedaan kuantitas curah hujan, semakin rendah garis lintang semakin tinggi
potensi curah hujan yang diterima, karena di daerah lintang rendah suhunya
lebih besar daripada suhu di daerah lintang tinggi, suhu yang tinggi inilah
yang akan menyebabkan penguapan juga tinggi, penguapan inilah yang kemudian
akan menjadi hujan dengan melalui kondensasi terlebih dahulu.
2. Faktor Ketinggian Tempat, Semakin
rendah ketinggian tempat potensi curah hujan yang diterima akan lebih banyak,
karena pada umumnya semakin rendah suatu daerah suhunya akan semakin tinggi.
3.
Jarak
dari sumber air (penguapan), semakin dekat potensi hujanya semakin tinggi.
4.
Arah
angin, angin yang melewati sumber penguapan akan membawa uap air, semakin jauh
daerah dari sumber air potensi terjadinya hujan semakin sedikit.
5.
Hubungan
dengan deretan pegunungan, banyak yang bertanya, “kenapa di daerah pegunungan
sering terjadi hujan?” hal itu disebabkan uap air yang dibawa angin menabrak
deretan pegunungan, sehingga uap tersebut dibawa keatas sampai ketinggian
tertentu akan mengalami kondensasi, ketika uap ini jenuh dia akan jatuh diatas
pegunungan sedangkan dibalik pegunungan yang menjadi arah dari angin tadi tidak
hujan (daerah bayangan hujan), hujan ini disebut hujan orografik contohnya di
Indonesia adalah angin Brubu.
6.
Faktor
perbedaan suhu tanah (daratan) dan lautan, semakin tinggi perbedaan suhu antara
keduanya potensi penguapanya juga akan semakin tinggi.
7.
Faktor
luas daratan, semakin luas daratan potensi terjadinya hujan akan semakin kecil,
karena perjalanan uap air juga akan panjang.
2.3 Proses Terjadinya Hujan
Hujan merupakan suatu bentuk
presipitasi, atau turunan cairan dari angkasa, seperti salju, hujan es, embun,
dan kabut. Hujan terbentuk apabila titik air yang terpisah jatuh ke bumi dari
awan. Tidak semua air hujan sampai ke permukaan bumi, sebagian menguap ketika
jatuh melalui udara kering, sejenis presipitasi yang dikenali sebagai virga
(Anonim, 2009).
Penguapan berasal dari laut dan uap
air diserap dalam arus udara yang bergerak melintasi permukaan laut. Udara
bermuatan embun terus menyerap uap air tersebut hingga menjadi dingin mencapai
temperatur di bawah temperatur titik embun, sehingga terjadilah presipitasi
(hujan). Jika temperaturnya rendah, terbentuklah hujan es atau salju.
Menurunnya temperatur massa udara disebabkan oleh konveksi, yaitu udara yang
mengandung embun panas yang temperaturnya bertambah kemudian berkurang lagi
sehingga membentuk awan dan selanjutnya dengan cepat menimbulkan hujan. Hal ini
disebut presipitasi konvektif. Presipitasi orografis berasal dari arus udara di
atas lautan yang bergerak melintasi daratan dan membelok ke atas karena adanya
pegunungan sepanjang pantai, dan akhirnya berubah menjadi dingin di bawah
temperatur jenuh dan menjadi embun (Wilson, 1993).
Mekanisme
jatuhnya air hujan secara umum terjadi karena proses konveksi dan pembentukan
awan berlapis (stratiform). Kedua mekanisme ini berbeda dalam proses
pembentukan dan pembesaran ukuran dan berat butiran hujan yang menyebabkan
pergerakan vertikal udara yang berasosiasi dengan awan
pembentuk hujan. Pada mekanisme stratiform, gerakan vertikal
udara lemah, partikel hujan diinisiasi dekat permukaan atas awan hingga
proses terjadinya pengembangan hujan cukup lama (berjam-jam). Untuk
mekanisme konvektif, gerakan udara vertikal sangat cepat sehingga
pembesaran partikel butiran hujan diinisiasi dengan cepat
saat terbentuknya awan. Hal ini menyebabkan proses jatuhnya butiran
hujan sangat cepat (sekitar 45 menit) (Soemarsono, 1999).
2.4 Sifat Hujan
Sifat hujan adalah perbandingan antara jumlah curah hujan
yang terjadi selama satu bulan dengan nilai rata-rata atau normal dari bulan
tersebut di suatu tempat. Sifat hujan dibagi menjadi 3 kriteria, yaitu:
1. Atas normal (A) yaitu, Jika nilai
perbandingan terhadap rata-rata lebih besar dari 115%.
2. Normal (N) yaitu, Jika nilai
perbandingan terhadap rata-rata antara 85%-115%.
3. Bawah normal (BN) yaitu, Jika nilai
perbandingan terhadap rata-rata kurang dari 85%. (Anonim, 2011).
2.5 Normal Hujan
1.
Rata-rata
Curah Hujan Bulanan
Rata-rata Curah Hujan Bulanan adalah nilai
rata-rata curah hujan masing-masing bulan dengan periode minimal 10 tahun.
2.
Normal
Curah Hujan Bulanan
Normal Curah Hujan
Bulanan adalah nilai rata-rata curah hujan masing-masing bulan selama periode
30 tahun.
3.
Standar
Normal Curah Hujan Bulanan
Standar Normal
Curah Hujan Bulanan adalah nilai rata-rata curah hujan pada masing-masing bulan
selama periode 30 tahun, dimulai dari tahun 1901 s/d 1930, 1931 s/d 1960, 1961
s/d 1990 dan seterusnya.
2.6 Klasifikasi Hujan
Curah hujan
dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk atau unsur-unsur presipitasi yakni
pertama,hujan. Hujan adalah butir-butir air yang jatuh ke bumi dalam bentuk
cair. Butir-butir hujan mempunyai garis tengah 0,08 – 6 mm. Macam hujan yaitu
hujan halus, hujan rintik-rintik dan hujan lebat. Perbedaan
terutama pada besarnya butir-butir. Hujan lebat biasanya turun sebentar saja
dari awan cumulonimbus. Hujan semacam ini dapat amat kuat dengan intensitas
yang besar. Kedua salju, terjadi karena sublimasi uap air pada suhu dibawah
titik beku. Bentuk dasar dari slju adalah hexagonal akan tetapi hal ini
tergantung dari suhu dan cepatnya sublimasi. Dan yang ketiga, hujan Es. Hujan
es jatuh pada waktu hujan guntur dari awan cumulonimbus. Didalam awan terdapat
konveksi dari udara panas dan lembab. Dalam udara panas dan lembab yang naik
secara konvektif, dan terjadilah sublimasi. Bilamana aliran menjadi lemah,
butir-butir air akan turun sehingga sampai pada bahagian bawah, disini mengisap
air sehingga sebagian membeku oleh inti yang sangat dingin itu (Handoko, 1986).
1. Hujan sedang, 20 - 50 mm per hari
2. Hujan lebat, 50-100 mm per hari
3.
Hujan sangat lebat, di atas 100 mm per
hari.
Berdasarkan
ukuran butiran, hujan dapat dibedakan menjadi:
1. Hujan
gerimis / drizzle, dengan diameter butirannya kurang dari 0,5 mm.
2. Hujan salju
/ snow, adalah
kristal-kristal es yang
temperatur udaranya berada
di bawah titik beku (0oC).
3. Hujan batu
es, curahan batu
es yang turun
didalam cuaca panas
awan yang temperaturnya dibawah
titik beku (0oC).
4. Hujan deras
/ rain, dengan
curah hujan yang
turun dari awan
dengan nilai temperatur diatas
titik beku berdiameter butiran ± 7 mm.
Klasifikasi
hujan berdasarkan proses terjadinya, yaitu :
a.
Hujan Sinklonal (terjadi akibat udara
panas yang naik dengan gerakan berputar seperti siklon).
b.
Hujan Zenithal atau Hujan Konveksi
(terjadi akibat adanya gerakan udara secara konveksi sehingga membawa uap air
di ekuator naik secara vertikal).
c.
Hujan Orografis (hujan di daerah
pegunungan dikarenakan adanya massa udara yang bergerak ke tempat yang lebih
tinggi ke tempat yang lebih rendah karena perbedaan ketebalan lapisan udara pada
setiap ketinggian).
d.
Hujan Frontal (hujan yang terjadi akibat
bertemunya dua massa udara yang berbeda suhu dan kelembapan yaitu front panas
dan dingin yang mengalami proses pendinginan mendadak sehingga mendorong proses
kondensasi semakin cepat dan menciptakan hujan di daerah front).
e.
Hujan Muson (hujan yang terjadi akibat
adanya angin muson yang bergerak dari Asia ke Australia atau sebaliknya yang
menyebabkan terjadinya pergantian musim di Indonesia (kemarau dan penghujan).
BAB
III
METODOLOGI
3.1
Waktu
dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada
tanggal 16 September 2017 – 4 Desember 2017 bertempat di Lahan Percobaan
Fakultas Pertanian Universitas Jambi Kampus Mendalo.
3.2
Alat
dan Bahan
Alat yang digunakan dalam percobaan
ini yaitu botol minuman kemasan ukuran 1L sebagai tempat penampungan air hujan
yang diletakkan di atas tiang penyangga berbahan besi setinggi 1 m. Selain itu,
Gelas Ukur skala 100 ml digunakan untuk mengukur volume air hujan yang masuk ke
dalam botol.
Gambar
3.1. Gelas ukur
3.3
Cara
Kerja
1. Siapkan
alat penyangga yang telah lebih dahulu dibuat.
2. Siapkan
botol minuman kemasan dan gelas ukur.
3. Tentukan
lokasi lahan yang akan dijadikan tempat percobaan, kemudian bersihkan.
4. Pasang
penyangga dengan membenamkan kakinya ke dalam tanah agar kuat.
5. Pasang
botol kemasan dan pastikan dalam keadaan kuat dan kokoh.
6. Pengukuran
dilakukan setiap hari pukul 12.00 WIB.
7. Apabila
ada air yang masuk ke dalam botol, lakukan pengukuran dengan gelas ukur dan
catat hasilnya.
Gambar
3.2. Alat penampung curah hujan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil
Tabel 4.1 Data Hasil Pengamatan Curah Hujan
No
|
Tanggal
|
Waktu
|
Curah
Hujan (ml)
|
1
|
16 September
2017
|
12.00 WIB
|
Peletakan alat
|
2
|
17 September
2017
|
12.00 WIB
|
0
|
3
|
18 September
2017
|
12.00 WIB
|
X
|
4
|
19 September
2017
|
12.00 WIB
|
14
|
5
|
20 September
2017
|
12.00 WIB
|
12
|
6
|
21 September
2017
|
12.00 WIB
|
14
|
7
|
22 September
2017
|
12.00 WIB
|
X
|
8
|
23 September
2017
|
12.00 WIB
|
0
|
9
|
24 September
2017
|
12.00 WIB
|
0
|
10
|
25 September
2017
|
12.00 WIB
|
0
|
11
|
26 September
2017
|
12.00 WIB
|
0
|
12
|
27 September
2017
|
12.00 WIB
|
0
|
13
|
28 September
2017
|
12.00 WIB
|
0
|
14
|
29 September
2017
|
12.00 WIB
|
X
|
15
|
30 September
2017
|
12.00 WIB
|
14
|
16
|
1 Oktober 2017
|
12.00 WIB
|
0
|
17
|
2 Oktober 2017
|
12.00 WIB
|
6
|
18
|
3 Oktober 2017
|
12.00 WIB
|
0
|
19
|
4 Oktober 2017
|
12.00 WIB
|
X
|
20
|
5 Oktober 2017
|
12.00 WIB
|
0
|
21
|
6 Oktober 2017
|
12.00 WIB
|
X
|
22
|
7 Oktober 2017
|
12.00 WIB
|
0
|
23
|
8 Oktober 2017
|
12.00 WIB
|
X
|
24
|
9 Oktober 2017
|
12.00 WIB
|
X
|
25
|
10 Oktober 2017
|
12.00 WIB
|
0
|
26
|
11 Oktober 2017
|
12.00 WIB
|
0
|
27
|
12 Oktober 2017
|
12.00 WIB
|
X
|
28
|
13 Oktober 2017
|
12.00 WIB
|
15
|
29
|
14 Oktober 2017
|
12.00 WIB
|
0
|
30
|
15 Oktober 2017
|
12.00 WIB
|
0
|
31
|
16 Oktober 2017
|
12.00 WIB
|
0
|
32
|
26 Oktober 2017
|
12.00 WIB
|
10
|
33
|
27 Oktober 2017
|
12.00 WIB
|
0
|
34
|
28 Oktober 2017
|
12.00 WIB
|
0
|
35
|
29 Oktober 2017
|
12.00 WIB
|
0
|
36
|
30 Oktober 2017
|
12.00 WIB
|
0
|
37
|
31 Oktober 2017
|
12.00 WIB
|
0
|
38
|
1 November2017
|
12.00 WIB
|
0
|
39
|
2 November 2017
|
12.00 WIB
|
0
|
40
|
3 November 2017
|
12.00 WIB
|
0
|
41
|
4 November 2017
|
12.00 WIB
|
6
|
42
|
5 November 2017
|
12.00 WIB
|
0
|
43
|
6 November 2017
|
12.00 WIB
|
0
|
44
|
7 November 2017
|
12.00 WIB
|
13
|
45
|
8 November 2017
|
12.00 WIB
|
12
|
46
|
9 November 2017
|
12.00 WIB
|
10
|
47
|
10 November 2017
|
12.00 WIB
|
0
|
48
|
11 November 2017
|
12.00 WIB
|
18
|
49
|
12 November 2017
|
12.00 WIB
|
0
|
50
|
13 November 2017
|
12.00 WIB
|
0
|
51
|
14 November 2017
|
12.00 WIB
|
0
|
52
|
15 November 2017
|
12.00 WIB
|
0
|
53
|
16 November 2017
|
12.00 WIB
|
25
|
54
|
17 November 2017
|
12.00 WIB
|
0
|
55
|
18 November 2017
|
12.00 WIB
|
43
|
56
|
19 November 2017
|
12.00 WIB
|
27
|
57
|
20 November 2017
|
12.00 WIB
|
20
|
58
|
21 November 2017
|
12.00 WIB
|
X
|
59
|
22 November 2017
|
12.00 WIB
|
0
|
60
|
23 November 2017
|
12.00 WIB
|
X
|
61
|
24 November 2017
|
12.00 WIB
|
6
|
62
|
25 November 2017
|
12.00 WIB
|
0
|
63
|
26 November 2017
|
12.00 WIB
|
0
|
64
|
27 November 2017
|
12.00 WIB
|
X
|
65
|
28 November 2017
|
12.00 WIB
|
9
|
66
|
29 November 2017
|
12.00 WIB
|
0
|
67
|
30 November 2017
|
12.00 WIB
|
0
|
68
|
1 Desember2017
|
12.00 WIB
|
0
|
69
|
2 Desember 2017
|
12.00 WIB
|
0
|
70
|
3 Desember 2017
|
12.00 WIB
|
0
|
71
|
4 Desember 2017
|
12.00 WIB
|
0
|
Keterangan :
x
: tidak terukur
0
: tidak ada hujan
4.2
Pembahasan
Curah hujan yaitu jumlah air hujan
yang turun pada suatu daerah dalam waktu tertentu. Alat untuk mengukur
banyaknya curah hujan disebut Rain gauge. Curah hujan diukur dalam harian,
bulanan, dan tahunan. Curah hujan yang jatuh di wilayah Indonesia dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain adalah bentuk medan/topografi, arah lereng
medan, arah angin yang sejajar dengan garis pantai dan jarak perjalanan angina
diatas medan datar. Hujan merupakan peristiwa sampainya air dalam bentuk cair
maupun padat yang dicurahkan dari atmosfer ke permukaan bumi (Handoko, 2003).
Sifat hujan adalah perbandingan
antara jumlah curah hujan yang terjadi selama satu bulan dengan nilai rata-rata
atau normal dari bulan tersebut di suatu tempat. Sifat hujan dibagi menjadi 3
kriteria, yaitu:
1.
Atas
normal (A) yaitu, Jika nilai perbandingan terhadap rata-rata lebih besar dari
115%.
2.
Normal
(N) yaitu, Jika nilai perbandingan terhadap rata-rata antara 85%-115%.
3.
Bawah
normal (BN) yaitu, Jika nilai perbandingan terhadap rata-rata kurang dari 85%.
(Anonim, 2011).
Dari hasil pengamatan curah hujan
harian selama hampir 3 bulan didapatkan hasil bahwa ada beberapa hari hujan
dengan intensitas tinggi, sedang dan rendah. Ini menunjukan bahwa ada faktor
yang menyebabkan hal itu bisa terjadi. Jika melihat dari teori yang ada menurut
Handoko (2003) bahwa faktor yang menyebabkan terjadinya hujan adalah Letak
geografi, ketinggian tempat dan arah angin. Namun jika di lihat dari hasil
pengamatan adapun faktor lain seperti Perubahan Suhu yang drastis, Temperatur,
kelembaban yang rendah dan Arah angin yang membuat terbentuk dan terbawanya
awan yang diawali dengan terjadinya evaporasi kemudian membentuk molekul dan
terbentuk uap sehingga menjadi gumpalan awan kemudian terbawa oleh angin dan
karna pengaruh suhu yang tinggi mengakibatkan terjadinya hujan. Tinggi dan
rendahnya hujan tergantung dari Berat massa dari uap yang terkumpul menjadi
awan.
Air hujan yang turun dapat
difungsikan sebagai pengairan di lahan pertanian untuk budidaya tanaman, namun
jika turunnya hujan tidak sesuai kehendak atau diwaktu yang tidak tepat dan
bahkan sampai menyebabkan bencana alam maka hal tersebut sangat merugikan para
petani. Untuk itu perlunya pengamatan dan menganalisis tentang curah hujan dan
pemanfaatannya.
Maka dari itu diharapkan faktor
iklim ini dapat dimanfaatkan untuk membuat suatu analisa baik itu kapan
datangnya musim hujan dan musim kemarau. Sehingga para petani tidak kebingungan
dan khawatir jika ingin bercocok tanam.
BAB V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapat dari percobaan
ini yaitu sebagai berikut :
1.
Besarnya curah
hujan yang dihasilkan setiap harinya tidak dapat dipastikan, kadang naik dan
bisa juga turun. Ini semua tergantung pada evaporasi yang terjadi,kelembaban
suatu daerah, tiupan angin,letak daerah tersebut dan faktor-faktor lainnya.
2.
Curah
hujan yang terjadi setiap harinya sangat fluktuatif. Curah hujan yang terjadi
dapat dikelompokkan dalam tiga jenis, yaitu gerimis, hujan ringan dan hujan
lebat.
3.
Semakin banyak panas yang diterima maka
semakin tinggi evaporasi yang dihasilakan dan begitu juga sebaliknya. Ini semua
dipengaruhi oleh besar kecilnya pengaruh penyinaran matahari
yang diterima,sehingga ikut mempengaruhi jumlah penguapan yang dihasilkan.
4.
Berarti hubungan antara curah hujan dan
evaporasi berbanding berbanding terbalik dimana jika evaporasinya besar mak
curah hujannya kecil begitu juga sebaliknya sehingga terbukti bahwa dalam waktu
satu minggu terjadi defisit air, yaitu nilai evaporasinya lebih tinggi
dibanding curah hujan.
5. Intensitas curah hujan yang berlebih
sangat buruk untuk lahan pertanian, terlebih sampai menyebabkan banjir. Namun
kekurangan air dapat menurunkan hasil produksi. Oleh karna itu curah hujan
sangat berpengaruh terhadap lingkungan dan lahan pertanian yang membutuhkan air
dalam jumlah besar. Sehingga para pengamat harus selalu memberikan data yang
aktual tentang perkiraan cuaca kepada masyarakat agar dalam melakukan aktivitas
seperti dibidang pertanian akan lebih terbantu dalam hal menangani dan
mengelola ketersediaan air.
5.2 Saran
Diperlukan inovasi lebih baik untuk
pengembangan alat pengukur curah hujan secara manual. Kebutuhan pengembangan
alat dalam percobaan berikutnya diharapkan dapat menjamin keakuratan data curah
hujan yang diperoleh.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,
2008. Curah
Hujan , www.wikipedia/hujan.menlh.go.id. Diakses pada
tanggal ( 10 Januari 2016 ).
Anonim.
2009. Penuntun Praktikum agroklimat. Fakultas Pertanian:Laboratorium
Agroklimat Universitas Bengkulu.
Ariffin,
S.B, Roedy, S., Didik, H., Nur, E.S., Ninuk, H.,
Nur, A. 2010. Modul Praktikum Klimatologi. Jurusan Budidaya Pertanian.
Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang
Daldjoeni, N. 1986. Pokok-Pokok
Klimatologi. Penerbit Alumni. Bandung.
Endriyanto,
dan F. Ihsan.
2011. Teknik Pengamatan
Curah Hujan di
Stasiun Klimatologi Kebun Percobaan
Cukur Gondang Pasuruan.
Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika. Pasuruan.
Hanafiah, K.A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu
Tanah. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Handoko, 2003, Klimatologi Dasar, Bogor: FMIPA-IPB.
Hanum, C.
2013. Klimatologi Pertanian. USU Press. Medan
Handoko,Ir. 1986.
Klimatologi Dasar. Bogor: Jurusan geofisika dan Meteorogi, FMIPA-IPB.
Hartanto, A.
2012. Kajian Penentuan Rata-rata Perhitungan Curah Hujan- Kelembaban dengan
Metode Analitik. Program Studi Keteknikan Pertanian. Fakultas Pertanian.
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Harto, S. 1993. Analisis Hidrologi.
PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Jumin, Hasan Basri, 2002, Dasar-Dasar Agronomi,
Jakarta: PT. Rajagrafindo.
Karim,
K. 1985. Diktat Kuliah Dasar-Dasar Klimatologi. Universitas Syiah Kuala, Banda
Aceh.
Kartasapoetra,
A.G. 2004. Klimatologi : Pengaruh iklim Terhadap Tanah dan Tanaman Edisi
Revisi. Bumi Aksara. Jakarta.
Muin
N.S.2008, Penuntun Praktikum Agroklimatologi. Bengkulu: UNIB
Soekardi. 1986. Persaingan dalam bercocok tanam jagung (Zea
Mays). Jurnal Budidaya Pertanian. 12 (1) : 13-19. Soekardi. 1986.
Persaingan dalam bercocok tanam jagung (Zea Mays). Jurnal
Budidaya Pertanian. 12 (1) : 13-19.
Soemarsono,
CD. 1999. Hidrologi Teknik. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Wilson, E.M.
1993. Hidrologi Teknik. ITB. Bandung.
Wisnubroto,S,S.S.L Aminah, dan Nitisapto,
M. 2006. Asas-asas
Meteorologi Pertanian, Departemen Ilmu-ilmu Tanah, Fakultas Pertanian. UGM
Yogyakarta dan Ghalia Indonasia: Jakarta.
Yoshida, S., and F.T Parao.
1976. Climate influence on yield and yield components of lowland rice
in tropics. Proc. Of Symposium on Climate and Rice. The Int. Res. Inst. Los
Banos, Philippines. P471-494
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19244/4/Chapter%20II.pdf.
Definisi Hujan. Diakses pada tanggal 8 Desember 2017.
Post a Comment for "Laporan Agroklimatologi Pengamatan Curah Hujan"