Laporan Agroklimatologi Pengamatan Curah Hujan

PENGAMATAN CURAH HUJAN DI DAERAH LAHAN PERTANIAN KAMPUS MENDALO

LAPORAN PRAKTIKUM

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
            Semua energi di alam raya termasuk yang digunakan dalam prose genesis dan diferensiasi tanah bersumber dari energi panas matahari. Jumlah energi yang sampai ke permukaan bumi tergantung pada kondisi bumi atau cuaca.  Cuacalah yang  bertanggung  jawab  dalam  mengubah  energi  matahari  menjadi  energi mekanik  atau  panas,  yang  memicu  prosse  penguapan  air  melalui  mekanisme transpirasi tanaman dan evaporasi permukaan non-tanaman (evapotranspirasi). Diantara komponen iklim yang paling berperan adalah curah hujan dan temperatur (Hanafiah, 2005).
            Hujan merupakan komponen masukan  yang paling penting dalam proses hidrologi,  karena  jumlah  kedalaman  hujan  (rainfall  depth)  ini  yang dialihragamkan  menjadi  aliran  di  sungai,  baik  melalui  limpasan permukaan (surface runoff), aliran antara (interflow, sub surface flow) maupun sebagai aliran air tanah (groundwater flow) (Harto, 1993).
            Untuk  daerah  tropika  seperti  Indonesia  dengan  prespitasi  umumnya ditafsirkan curah hujan. Adapun yang disebut curah hujan bulanan rata-rata adalah
rata-rata  jumlah  hujan  yang  tercatat  selama  panjang  bukan  yang bersangkutan (Daldjoeni, 1986).
            Curah  hujan  merupakan  salah  satu  unsur  iklim selain  suhu,  kelembapan, radiasi matahari, evaporasi, tekanan udara dan kecepatan angin.



Hujan adalah air yang jatuh ke permukaan bumi sebagai akibat terjadinya kondensasi dari partikelpartikel air di langit (Endriyanto dan Ihsan, 2011).
            Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannnya sangat tinggi baik menurut waktu maupun menurut tempat. Selain itu, Indonesia juga terletak pada iklim tropis dan iklim maritim. Oleh karena itu kajian  tentang  iklim  lebih  banyak  diarahkan  pada  hujan (http://repository.usu.ac.id., 2013).
            Intensifikasi hujan adalah banyaknya curah hujan per satuan jangka waktu tertentu. Apabila dikatakan intensitas besar, berarti hujan lebat dan ini kurang baik pada  tanaman  dan  peternakan,  karena  dapat  menimbulkan  erosi  dan  banjir (Kartasapoetra, 2004).
            Sistem  produksi  pertanian  sangat  dipengaruhi  oleh  iklim.  Faktor  iklim  yang  paling  terasa  perubahannya  akibat  anomali  iklim  adalah  curah  hujan.  Di Indonesia  kejadian  anomali  iklim  mempengaruhi  produksi  pertanian  dan ketahanan pangan. Dampak anomali iklim diantaranya adalah terjadinya gangguan secara langsung terhadap sistem pertanian (Hanum, 2013).
Informasi curah hujan diperlukan mengenai jumlah hujan, jumlah hari hujan dan sebarannya menurut waktu. Kelembaban berkaitan dengan pertumbuhan hama dan penyakit tertentu pada berbagai tanaman. Suhu berkatan dengan umur tanaman, pertumbuhan generatif, pembentukan biji, buah dan gangguan fisiologis lainnya. Angin diperlukan untuk penguapan, penyerbukan, keseimbangan kandungan udara, bahkan tenaga angin dapat dipakai untuk menggerakan berbagai alat mekanik pertanian. Yoshida and Parao (1976) menyatakan suhu, radiasi surya dan curah hujan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil padi melalui dua cara. Pertama secara langsung, iklim mempengaruhi proses fisiologis tanaman, seperti pertumbuhan vegetatif, susunan organ-organ penyimpanan dan pengisian gabah. Kedua secara tidak langsung mempengaruhi hasil gabah melalui kerusakan oleh hama dan penyakit yang menyerang tanaman.
            Hal ini menjadi salah satu dasar dibutuhkannya data yang akurat dan tersedia secara cepat bagi kegiatan pertanian. Data yang tersedia diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam mengelola kegiatan on farm. Berdasarkan penjelasan tersebut maka dilakukanlah praktikum pengamatan curah hujan sebagai pengetahuan mengenai cara dan teknis pengamatan.

1.2    Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah :
           1.       Mempelajari alat pengukur curah hujan manual dan otomatis.
           2.       Mengetahui cara membuat alat ukur curah hujan sederhana.
           3.       Mengoperasikan alat ukur curah hujan sederhana dan cara pencatatannya.
           4.       Memperoleh data curah hujan daerah sekitar percobaan.








BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Curah Hujan
            Curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada suatu daerah dalam waktu tertentu. Alat untuk mengukur banyaknya curah hujan disebut Rain gauge. Curah hujan diukur dalam harian, bulanan, dan tahunan. Curah hujan yang jatuh di wilayah Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adalah bentuk medan/topografi, arah lereng medan, arah angin yang sejajar dengan garis pantai dan jarak perjalanan angina diatas medan datar. Hujan merupakan peristiwa sampainya air dalam bentuk cair maupun padat yang dicurahkan dari atmosfer ke permukaan bumi (Handoko, 2003).
Hujan adalah kebasahan yang jatuh ke bumi dalam bentuk cair. Butir-butir hujan mempunyai garis tengah 0,08 – 6 mm. Hujan terdapat dalam beberapa macam yaitu hujan halus, hujan rintik-rintik dan hujan lebat. Perbedaan terutama pada besarnya butir-butir. Hujan lebat biasanya turun sebentar saja jatuh dari awan cumulonimbus. Hujan semacam ini dapat amat kuat dengan intensitas yang besar (Karim, 1985). 
Curah hujan dapat diukur dengan alat pengukur curah hujan otomatis atau yang manual. Alat-alat pengukur tersebut harus diletakkan pada daerah yang masih alamiah, sehingga curah hujan yang terukur dapat mewakili wilayah yang luas. Salah satu tipe pengukur hujan manual yang paling banyak dipakai adalah tipe observatorium (obs) atau sering disebut ombrometer. Curah hujan dari pengukuran alat ini dihitung dari volume air hujan dibagi dengan luas mulut penakar. Alat tipe observatorium ini merupakan alat baku dengan mulut penakar seluas 100 cm2 dan dipasang dengan ketinggian mulut penakar 1,2 meter dari permukaan tanah (Jumin, 2002).
Hujan adalah presipitasi yang jatuh ke bumi dalam bentuk air. Hujan dibedakan dari ukuran butir (0,08 – 8 mm), dan kejadiannya. Menurut ukuran diameternya : hujan gerimis (<2 mm), rintik-rintik (2-4 mm) dan deras (>4 mm)
(Muin N.S, 2008).
               Hujan harian adalah Curah hujan yang diukur berdasarkan jangka waktu satu hari (24 jam). Hujan kumulatif merupakan jumlah kumpulan hujan dalam suatu periode tertentu seperti mingguan, 10 harian, dan bulanan, serta tahunan. Hari hujan merupakan kejadian hujan dengan curah huajn lebih besar atau sama dengan 0,5 mm. Hujan jangka pendek-intensitas hujan adalah Hujan yang diukur kontinyu selama waktu pendek seperti setiap satu jam, setengah jam, dua jam, dan sebagainya. Dalam istilah umum lebih tepat juga dengan intensitas hujan. Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui kekuatan kelebatan hujan selama kejadian hujan ( Anonim,2008 ).
               Curah hujan dibatasi sebagai tinggi air (dalam mm) yang diterima di permukaan sebelum mengalami aliran permukaan, evaporasi dan peresapan/perembesan ke dalm tanah. Jumlah hari hujan umumnya di batasi dengan jumlah dengan curah hujan 0,5 mm atau lebih. Jumlah hari hujan dapat dinyatakan per-minggu,dekade,bulan,tahun atau periode tanam (tahap pertumbuhan tanaman). Intensitas hujan adalah curah hujan dibagi dengan selang waktu terjadinya hujan ( Handoko,1986 ).
Air hujan terdiri atas : ion-ion natrium, kalium, kalsium, khlo, bikarbinat, dan sulfat ynag merupakan jumlah yang besar bersama-sama. Ammonia, nitra, nitrit, nitrogen, dan susunan-susunan nitrogen lain. Bagian yang kecil misalnya: iodine, bromine, boron, besi, almunium, dan silica. Asal unsure-unsur ini adalah lautan, sungai-sungai atau danau, permukaan tanah, vegetasi, industri, dan gunung-gunung berapi. Air hujan pH-nya berkisar antara 3,0-9,8 (Wisnubroto, 2006).
            `Hujan merupakan susunan kimia yang cukup kompleks serta bervariasi dari tempat yang satu ke tempat yang lain, dari musim ke musim pada tempat yang sama dan dari waktu hujan berbeda. Air hujan terdiri atas: ion-ion natrium, kalium, kalsium, khlor, karbonat dan sulfat yang merupakan jumlah yang besar bersama-sama (Soekardi, 1986).
Curah hujan merupakan salah satu rabic iklim selain suhu, kelembaban, radiasi matahari, evaporasi, tekanan udara dan kecepatan angin. Hujan adalah air yang jatuh ke permukaan bumi sebagai akibat terjadinya kondensasi dari partikel-partikel air dilangit. Jumlah curah hujan diukur sebagai volume air yang jatuh di atas permukaan bidang datar dalam periode waktu tertentu, yaitu harian, mingguan, bulanan, atau tahunan (Endriyanto dan Ihsan, 2011).
Hujan adalah sebuah proses kondensasi uap air di atmosfer menjadi butir air yang cukup berat untuk jatuh dan biasanya tiba di permukaan. Hujan biasanya terjadi karena pendinginan suhu udara atau penambahan uap air ke udara. Hal tersebut tidak lepas dari kemungkinan akan terjadi bersamaan. Turunnya hujan biasanya tidak lepas dari pengaruh kelembaban udara yang memacu jumlah titik-titik air yang terdapat pada udara. Indonesia memiliki daerah yang dilalui garis khatulistiwa dan sebagian besar daerah di Indonesia merupakan daerah tropis, walaupun demikian beberapa daerah di Indonesia memiliki intensitas hujan yang cukup besar (Hartanto, 2012).
Air yang jatuh di atas permukaan tanah yang datar dianggap sama tinggi. Volume air hujan pada luas permukaan tertentu dengan mudah dapat dihitung bila tingginya dapat diketahui. Maka langkah penting dalam pengukuran hujan ditujukan rabica pengukuran tinggi yang rabicaative dari hujan yang jatuh selama jangka waktu tertentu (Ariffin, dkk,  2010).

2.2  Faktor-faktor yang Mempengaruhi Curah Hujan
Curah hujan yang jatuh di satu daerah dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu garis lintang, bentuk topografi, arah lereng, ketiggian tempat, perbedaan suhu tanah (daratan) dan lautan, jarak perjalanan angin di atas medan datar, arah angin yang sejajar dengan garis pantai (Hanum, 2013).
1.    Faktor Garis Lintang menyebabkan perbedaan kuantitas curah hujan, semakin rendah garis lintang semakin tinggi potensi curah hujan yang diterima, karena di daerah lintang rendah suhunya lebih besar daripada suhu di daerah lintang tinggi, suhu yang tinggi inilah yang akan menyebabkan penguapan juga tinggi, penguapan inilah yang kemudian akan menjadi hujan dengan melalui kondensasi terlebih dahulu.
2.    Faktor Ketinggian Tempat, Semakin rendah ketinggian tempat potensi curah hujan yang diterima akan lebih banyak, karena pada umumnya semakin rendah suatu daerah suhunya akan semakin tinggi.
3.    Jarak dari sumber air (penguapan), semakin dekat potensi hujanya semakin tinggi.
4.    Arah angin, angin yang melewati sumber penguapan akan membawa uap air, semakin jauh daerah dari sumber air potensi terjadinya hujan semakin sedikit.
5.    Hubungan dengan deretan pegunungan, banyak yang bertanya, “kenapa di daerah pegunungan sering terjadi hujan?” hal itu disebabkan uap air yang dibawa angin menabrak deretan pegunungan, sehingga uap tersebut dibawa keatas sampai ketinggian tertentu akan mengalami kondensasi, ketika uap ini jenuh dia akan jatuh diatas pegunungan sedangkan dibalik pegunungan yang menjadi arah dari angin tadi tidak hujan (daerah bayangan hujan), hujan ini disebut hujan orografik contohnya di Indonesia adalah angin Brubu.
6.    Faktor perbedaan suhu tanah (daratan) dan lautan, semakin tinggi perbedaan suhu antara keduanya potensi penguapanya juga akan semakin tinggi.
7.    Faktor luas daratan, semakin luas daratan potensi terjadinya hujan akan semakin kecil, karena perjalanan uap air juga akan panjang.

2.3  Proses Terjadinya Hujan
            Hujan merupakan suatu bentuk presipitasi, atau turunan cairan dari angkasa, seperti salju, hujan es, embun, dan kabut. Hujan terbentuk apabila titik air yang terpisah jatuh ke bumi dari awan. Tidak semua air hujan sampai ke permukaan bumi, sebagian menguap ketika jatuh melalui udara kering, sejenis presipitasi yang dikenali sebagai virga (Anonim, 2009).
            Penguapan berasal dari laut dan uap air diserap dalam arus udara yang bergerak melintasi permukaan laut. Udara bermuatan embun terus menyerap uap air tersebut hingga menjadi dingin mencapai temperatur di bawah temperatur titik embun, sehingga terjadilah presipitasi (hujan). Jika temperaturnya rendah, terbentuklah hujan es atau salju. Menurunnya temperatur massa udara disebabkan oleh konveksi, yaitu udara yang mengandung embun panas yang temperaturnya bertambah kemudian berkurang lagi sehingga membentuk awan dan selanjutnya dengan cepat menimbulkan hujan. Hal ini disebut presipitasi konvektif. Presipitasi orografis berasal dari arus udara di atas lautan yang bergerak melintasi daratan dan membelok ke atas karena adanya pegunungan sepanjang pantai, dan akhirnya berubah menjadi dingin di bawah temperatur jenuh dan menjadi embun (Wilson, 1993).
Mekanisme jatuhnya air hujan secara umum terjadi karena proses konveksi dan pembentukan awan berlapis (stratiform). Kedua mekanisme ini berbeda dalam proses pembentukan dan pembesaran ukuran dan berat butiran hujan yang menyebabkan pergerakan vertikal udara yang berasosiasi dengan awan pembentuk hujan.  Pada mekanisme stratiform, gerakan vertikal udara lemah, partikel hujan diinisiasi dekat permukaan atas awan hingga proses terjadinya pengembangan hujan cukup lama (berjam-jam). Untuk mekanisme konvektif, gerakan udara vertikal sangat cepat sehingga pembesaran partikel butiran hujan diinisiasi dengan cepat saat terbentuknya awan. Hal ini menyebabkan proses jatuhnya butiran hujan sangat cepat (sekitar 45 menit) (Soemarsono, 1999).




2.4  Sifat Hujan
            Sifat hujan adalah perbandingan antara jumlah curah hujan yang terjadi selama satu bulan dengan nilai rata-rata atau normal dari bulan tersebut di suatu tempat. Sifat hujan dibagi menjadi 3 kriteria, yaitu:
 1.     Atas normal (A) yaitu, Jika nilai perbandingan terhadap rata-rata lebih besar dari 115%.
 2.     Normal (N) yaitu, Jika nilai perbandingan terhadap rata-rata antara 85%-115%.
 3.     Bawah normal (BN) yaitu, Jika nilai perbandingan terhadap rata-rata kurang dari 85%. (Anonim,  2011).

2.5  Normal Hujan
  1.       Rata-rata Curah Hujan Bulanan
     Rata-rata Curah Hujan Bulanan adalah nilai rata-rata curah hujan masing-masing bulan dengan periode minimal 10 tahun.
  2.       Normal Curah Hujan Bulanan
     Normal Curah Hujan Bulanan adalah nilai rata-rata curah hujan masing-masing bulan selama periode 30 tahun.
  3.       Standar Normal Curah Hujan Bulanan
     Standar Normal Curah Hujan Bulanan adalah nilai rata-rata curah hujan pada masing-masing bulan selama periode 30 tahun, dimulai dari tahun 1901 s/d 1930, 1931 s/d 1960, 1961 s/d 1990 dan seterusnya.


2.6  Klasifikasi Hujan
            Curah hujan dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk atau unsur-unsur presipitasi yakni pertama,hujan. Hujan adalah butir-butir air yang jatuh ke bumi dalam bentuk cair. Butir-butir hujan mempunyai garis tengah 0,08 – 6 mm. Macam hujan yaitu hujan halus, hujan rintik-rintik dan hujan lebat. Perbedaan terutama pada besarnya butir-butir. Hujan lebat biasanya turun sebentar saja dari awan cumulonimbus. Hujan semacam ini dapat amat kuat dengan intensitas yang besar. Kedua salju, terjadi karena sublimasi uap air pada suhu dibawah titik beku. Bentuk dasar dari slju adalah hexagonal akan tetapi hal ini tergantung dari suhu dan cepatnya sublimasi. Dan yang ketiga, hujan Es. Hujan es jatuh pada waktu hujan guntur dari awan cumulonimbus. Didalam awan terdapat konveksi dari udara panas dan lembab. Dalam udara panas dan lembab yang naik secara konvektif, dan terjadilah sublimasi. Bilamana aliran menjadi lemah, butir-butir air akan turun sehingga sampai pada bahagian bawah, disini mengisap air sehingga sebagian membeku oleh inti yang sangat dingin itu (Handoko, 1986).
            Jenis-jenis hujan berdasarkan intensitas curah hujan (definisi BMG) :
1.    Hujan sedang, 20 - 50 mm per hari
2.    Hujan lebat, 50-100 mm per hari
3.    Hujan sangat lebat, di atas 100 mm per hari.
            Berdasarkan ukuran butiran, hujan dapat dibedakan menjadi:
1.    Hujan gerimis / drizzle, dengan diameter butirannya kurang dari 0,5 mm.
2.    Hujan  salju  /  snow,  adalah  kristal-kristal  es  yang  temperatur  udaranya  berada  di bawah titik beku (0oC).
3.    Hujan  batu  es,  curahan  batu  es  yang  turun  didalam  cuaca  panas  awan  yang temperaturnya dibawah titik beku (0oC).
4.    Hujan  deras  /  rain,  dengan  curah  hujan  yang  turun  dari  awan  dengan  nilai temperatur diatas titik beku berdiameter butiran ± 7 mm.

            Klasifikasi hujan berdasarkan proses terjadinya, yaitu :
a.         Hujan Sinklonal (terjadi akibat udara panas yang naik dengan gerakan berputar seperti siklon).
b.        Hujan Zenithal atau Hujan Konveksi (terjadi akibat adanya gerakan udara secara konveksi sehingga membawa uap air di ekuator naik secara vertikal).
c.         Hujan Orografis (hujan di daerah pegunungan dikarenakan adanya massa udara yang bergerak ke tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah karena perbedaan ketebalan lapisan udara pada setiap ketinggian).
d.        Hujan Frontal (hujan yang terjadi akibat bertemunya dua massa udara yang berbeda suhu dan kelembapan yaitu front panas dan dingin yang mengalami proses pendinginan mendadak sehingga mendorong proses kondensasi semakin cepat dan menciptakan hujan di daerah front).
e.         Hujan Muson (hujan yang terjadi akibat adanya angin muson yang bergerak dari Asia ke Australia atau sebaliknya yang menyebabkan terjadinya pergantian musim di Indonesia (kemarau dan penghujan).




BAB III
METODOLOGI

3.1    Waktu dan Tempat
            Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 16 September 2017 – 4 Desember 2017 bertempat di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Jambi Kampus Mendalo.

3.2    Alat dan Bahan
            Alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu botol minuman kemasan ukuran 1L sebagai tempat penampungan air hujan yang diletakkan di atas tiang penyangga berbahan besi setinggi 1 m. Selain itu, Gelas Ukur skala 100 ml digunakan untuk mengukur volume air hujan yang masuk ke dalam botol.

Gambar 3.1. Gelas ukur
3.3    Cara Kerja
1.      Siapkan alat penyangga yang telah lebih dahulu dibuat.
2.      Siapkan botol minuman kemasan dan gelas ukur.
3.      Tentukan lokasi lahan yang akan dijadikan tempat percobaan, kemudian bersihkan.
4.      Pasang penyangga dengan membenamkan kakinya ke dalam tanah agar kuat.
5.      Pasang botol kemasan dan pastikan dalam keadaan kuat dan kokoh.
6.      Pengukuran dilakukan setiap hari pukul 12.00 WIB.
7.      Apabila ada air yang masuk ke dalam botol, lakukan pengukuran dengan gelas ukur dan catat hasilnya.


Gambar 3.2. Alat penampung curah hujan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1    Hasil
Tabel 4.1 Data Hasil Pengamatan Curah Hujan
No
Tanggal
Waktu
Curah Hujan (ml)
1
16 September 2017
12.00 WIB
Peletakan alat
2
17 September 2017
12.00 WIB
0
3
18 September 2017
12.00 WIB
X
4
19 September 2017
12.00 WIB
14
5
20 September 2017
12.00 WIB
12
6
21 September 2017
12.00 WIB
14
7
22 September 2017
12.00 WIB
X
8
23 September 2017
12.00 WIB
0
9
24 September 2017
12.00 WIB
0
10
25 September 2017
12.00 WIB
0
11
26 September 2017
12.00 WIB
0
12
27 September 2017
12.00 WIB
0
13
28 September 2017
12.00 WIB
0
14
29 September 2017
12.00 WIB
X
15
30 September 2017
12.00 WIB
14
16
1 Oktober 2017
12.00 WIB
0
17
2 Oktober 2017
12.00 WIB
6
18
3 Oktober 2017
12.00 WIB
0
19
4 Oktober 2017
12.00 WIB
X
20
5 Oktober 2017
12.00 WIB
0
21
6 Oktober 2017
12.00 WIB
X
22
7 Oktober 2017
12.00 WIB
0
23
8 Oktober 2017
12.00 WIB
X
24
9 Oktober 2017
12.00 WIB
X
25
10 Oktober 2017
12.00 WIB
0
26
11 Oktober 2017
12.00 WIB
0
27
12 Oktober 2017
12.00 WIB
X
28
13 Oktober 2017
12.00 WIB
15
29
14 Oktober 2017
12.00 WIB
0
30
15 Oktober 2017
12.00 WIB
0
31
16 Oktober 2017
12.00 WIB
0
32
26 Oktober 2017
12.00 WIB
10
33
27 Oktober 2017
12.00 WIB
0
34
28 Oktober 2017
12.00 WIB
0
35
29 Oktober 2017
12.00 WIB
0
36
30 Oktober 2017
12.00 WIB
0
37
31 Oktober 2017
12.00 WIB
0
38
1 November2017
12.00 WIB
0
39
2 November 2017
12.00 WIB
0
40
3 November 2017
12.00 WIB
0
41
4 November 2017
12.00 WIB
6
42
5 November 2017
12.00 WIB
0
43
6 November 2017
12.00 WIB
0
44
7 November 2017
12.00 WIB
13
45
8 November 2017
12.00 WIB
12
46
9 November 2017
12.00 WIB
10
47
10 November 2017
12.00 WIB
0
48
11 November 2017
12.00 WIB
18
49
12 November 2017
12.00 WIB
0
50
13 November 2017
12.00 WIB
0
51
14 November 2017
12.00 WIB
0
52
15 November 2017
12.00 WIB
0
53
16 November 2017
12.00 WIB
25
54
17 November 2017
12.00 WIB
0
55
18 November 2017
12.00 WIB
43
56
19 November 2017
12.00 WIB
27
57
20 November 2017
12.00 WIB
20
58
21 November 2017
12.00 WIB
X
59
22 November 2017
12.00 WIB
0
60
23 November 2017
12.00 WIB
X
61
24 November 2017
12.00 WIB
6
62
25 November 2017
12.00 WIB
0
63
26 November 2017
12.00 WIB
0
64
27 November 2017
12.00 WIB
X
65
28 November 2017
12.00 WIB
9
66
29 November 2017
12.00 WIB
0
67
30 November 2017
12.00 WIB
0
68
1 Desember2017
12.00 WIB
0
69
2 Desember 2017
12.00 WIB
0
70
3 Desember 2017
12.00 WIB
0
71
4 Desember 2017
12.00 WIB
0
Keterangan :
                 x : tidak terukur
                 0 : tidak ada hujan

4.2    Pembahasan
            Curah hujan yaitu jumlah air hujan yang turun pada suatu daerah dalam waktu tertentu. Alat untuk mengukur banyaknya curah hujan disebut Rain gauge. Curah hujan diukur dalam harian, bulanan, dan tahunan. Curah hujan yang jatuh di wilayah Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain adalah bentuk medan/topografi, arah lereng medan, arah angin yang sejajar dengan garis pantai dan jarak perjalanan angina diatas medan datar. Hujan merupakan peristiwa sampainya air dalam bentuk cair maupun padat yang dicurahkan dari atmosfer ke permukaan bumi (Handoko, 2003).
            Sifat hujan adalah perbandingan antara jumlah curah hujan yang terjadi selama satu bulan dengan nilai rata-rata atau normal dari bulan tersebut di suatu tempat. Sifat hujan dibagi menjadi 3 kriteria, yaitu:
1.      Atas normal (A) yaitu, Jika nilai perbandingan terhadap rata-rata lebih besar dari 115%.
2.      Normal (N) yaitu, Jika nilai perbandingan terhadap rata-rata antara 85%-115%.
3.      Bawah normal (BN) yaitu, Jika nilai perbandingan terhadap rata-rata kurang dari 85%. (Anonim, 2011).

            Dari hasil pengamatan curah hujan harian selama hampir 3 bulan didapatkan hasil bahwa ada beberapa hari hujan dengan intensitas tinggi, sedang dan rendah. Ini menunjukan bahwa ada faktor yang menyebabkan hal itu bisa terjadi. Jika melihat dari teori yang ada menurut Handoko (2003) bahwa faktor yang menyebabkan terjadinya hujan adalah Letak geografi, ketinggian tempat dan arah angin. Namun jika di lihat dari hasil pengamatan adapun faktor lain seperti Perubahan Suhu yang drastis, Temperatur, kelembaban yang rendah dan Arah angin yang membuat terbentuk dan terbawanya awan yang diawali dengan terjadinya evaporasi kemudian membentuk molekul dan terbentuk uap sehingga menjadi gumpalan awan kemudian terbawa oleh angin dan karna pengaruh suhu yang tinggi mengakibatkan terjadinya hujan. Tinggi dan rendahnya hujan tergantung dari Berat massa dari uap yang terkumpul menjadi awan.
            Air hujan yang turun dapat difungsikan sebagai pengairan di lahan pertanian untuk budidaya tanaman, namun jika turunnya hujan tidak sesuai kehendak atau diwaktu yang tidak tepat dan bahkan sampai menyebabkan bencana alam maka hal tersebut sangat merugikan para petani. Untuk itu perlunya pengamatan dan menganalisis tentang curah hujan dan pemanfaatannya.
            Maka dari itu diharapkan faktor iklim ini dapat dimanfaatkan untuk membuat suatu analisa baik itu kapan datangnya musim hujan dan musim kemarau. Sehingga para petani tidak kebingungan dan khawatir jika ingin bercocok tanam.



























BAB V
PENUTUP

5.1    Kesimpulan
            Adapun kesimpulan yang didapat dari percobaan ini yaitu sebagai berikut :
1.    Besarnya curah hujan yang dihasilkan setiap harinya tidak dapat dipastikan, kadang naik dan bisa juga turun. Ini semua tergantung pada evaporasi yang terjadi,kelembaban suatu daerah, tiupan angin,letak daerah tersebut dan faktor-faktor lainnya.
2.    Curah hujan yang terjadi setiap harinya sangat fluktuatif. Curah hujan yang terjadi dapat dikelompokkan dalam tiga jenis, yaitu gerimis, hujan ringan dan hujan lebat.
3.    Semakin banyak panas yang diterima maka semakin tinggi evaporasi yang dihasilakan dan begitu juga sebaliknya. Ini semua dipengaruhi oleh besar   kecilnya pengaruh penyinaran matahari yang diterima,sehingga ikut mempengaruhi jumlah penguapan yang dihasilkan.
4.    Berarti hubungan antara curah hujan dan evaporasi berbanding berbanding terbalik dimana jika evaporasinya besar mak curah hujannya kecil begitu juga sebaliknya sehingga terbukti bahwa dalam waktu satu minggu terjadi defisit air, yaitu nilai evaporasinya lebih tinggi dibanding curah hujan.
5.   Intensitas curah hujan yang berlebih sangat buruk untuk lahan pertanian, terlebih sampai menyebabkan banjir. Namun kekurangan air dapat menurunkan hasil produksi. Oleh karna itu curah hujan sangat berpengaruh terhadap lingkungan dan lahan pertanian yang membutuhkan air dalam jumlah besar. Sehingga para pengamat harus selalu memberikan data yang aktual tentang perkiraan cuaca kepada masyarakat agar dalam melakukan aktivitas seperti dibidang pertanian akan lebih terbantu dalam hal menangani dan mengelola ketersediaan air.

5.2  Saran
            Diperlukan inovasi lebih baik untuk pengembangan alat pengukur curah hujan secara manual. Kebutuhan pengembangan alat dalam percobaan berikutnya diharapkan dapat menjamin keakuratan data curah hujan yang diperoleh.























DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008. Curah Hujan , www.wikipedia/hujan.menlh.go.id. Diakses pada tanggal ( 10 Januari 2016 ).
Anonim. 2009. Penuntun Praktikum agroklimat. Fakultas Pertanian:Laboratorium Agroklimat Universitas Bengkulu.
Ariffin, S.B, Roedy, S., Didik, H., Nur, E.S., Ninuk, H., Nur, A. 2010. Modul Praktikum Klimatologi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang
Daldjoeni, N. 1986. Pokok-Pokok Klimatologi. Penerbit Alumni. Bandung.
Endriyanto,  dan  F.  Ihsan.  2011.  Teknik  Pengamatan  Curah  Hujan  di  Stasiun Klimatologi  Kebun  Percobaan  Cukur  Gondang  Pasuruan.  Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika. Pasuruan.
Hanafiah, K.A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Handoko, 2003, Klimatologi Dasar, Bogor: FMIPA-IPB.
Hanum, C. 2013. Klimatologi Pertanian. USU Press. Medan
Handoko,Ir. 1986. Klimatologi Dasar. Bogor: Jurusan geofisika dan Meteorogi, FMIPA-IPB.
Hartanto, A. 2012. Kajian Penentuan Rata-rata Perhitungan Curah Hujan- Kelembaban dengan Metode Analitik. Program Studi Keteknikan Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Harto, S. 1993. Analisis Hidrologi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Jumin, Hasan Basri, 2002, Dasar-Dasar Agronomi, Jakarta: PT. Rajagrafindo.
Karim, K. 1985. Diktat Kuliah Dasar-Dasar Klimatologi. Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.
Kartasapoetra, A.G. 2004. Klimatologi : Pengaruh iklim Terhadap Tanah dan Tanaman Edisi Revisi. Bumi Aksara. Jakarta.
Muin N.S.2008, Penuntun Praktikum Agroklimatologi. Bengkulu: UNIB
Soekardi. 1986. Persaingan dalam bercocok tanam jagung (Zea Mays)Jurnal Budidaya Pertanian. 12 (1) : 13-19. Soekardi. 1986. Persaingan dalam bercocok tanam jagung (Zea Mays)Jurnal Budidaya Pertanian. 12 (1) : 13-19.
Soemarsono, CD. 1999. Hidrologi Teknik. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Wilson, E.M. 1993. Hidrologi Teknik. ITB. Bandung.
Wisnubroto,S,S.S.L Aminah, dan Nitisapto, M. 2006Asas-asas Meteorologi Pertanian, Departemen Ilmu-ilmu Tanah, Fakultas Pertanian. UGM Yogyakarta dan Ghalia Indonasia: Jakarta.
Yoshida, S., and F.T Parao. 1976. Climate influence on yield and yield components of lowland rice in tropics. Proc. Of Symposium on Climate and Rice. The Int. Res. Inst. Los Banos, Philippines. P471-494
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19244/4/Chapter%20II.pdf. Definisi Hujan. Diakses pada tanggal 8 Desember 2017.


Post a Comment for "Laporan Agroklimatologi Pengamatan Curah Hujan"