Holdingisasi Perusahaan BUMN Oleh Erick Thohir
HOLDINGISASI
PERUSAHAAN BUMN
Setelah empat bulan bekerja sebagai Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
sejak dilantik pada tanggal 23 Oktober 2019, salah satu kebijakan Erick Thohir yang
populer di telinga masyarakat adalah Kebijakan Holdingisasi. Holdingisasi
disebutkan sebagai upaya menyehatkan kembali kondisi keuangan
perusahaan-perusahaan BUMN sehingga dapat menjadi sumber penerimaan negara
melalui masing-masing usahanya. Salah satu perusahaan BUMN yang telah dirombak
oleh Menteri Erick yaitu PT. Perkebunan Nusantara I hingga XIV dengan menunjuk
PTPN III Medan sebagai Holding Perkebunan Nusantara. Hal ini bukanlah mainan
baru di dunia bisnis. Bahkan di kalangan internasional banyak negara yang
menjadikan BUMN-nya sebagai pabrik penghasil pundi-pundi bagi negara.
Berbagai langkah telah dilakukan oleh Erick Thohir dalam merumuskan
kebijakan holdingisasi ini. Salah satu upaya yang dilakukan yaitu memperluas
strategi holding perusahaan pelat merah seperti yang diberitakan oleh
bisnis.tempo.co. Lantas, apa sebenarnya badan usaha yang disebut “Holding” itu
???
PENGERTIAN HOLDING COMPANY
Perkembangan dunia usaha saat ini, melahirkan satu bentuk baru perusahaan yang
disebut dengan istilah holding company
atau perusahaan induk atau konglomeratisasi. M. Manullang (1984), mengartikan holding company adalah suatu badan usaha
yang berbentuk corporation yang
memiliki sebagian dari saham-saham beberapa badan usaha. Munir Fuady (1999)
mengartikan holding company adalah suatu
perusahaan yang bertujuan untuk memiliki saham dalam satu atau lebih perusahaan
lain dan/atau mengatur satu atau lebih perusahaan lain tersebut.
Sedangakan menurut Christianto Wibisono, yang dimaksud dengan perusahaan
kelompok ialah salah suatu bentuk usaha yang merupakan penggabungan atau
pengelompokan dua atau lebih perusahaan yang bergerak dalam berbagai kegiatan
baik vertikal maupun horisontal. Emmy pangaribuan (1996) mendefinisikan
perusahaan kelompok sebagai suatu gabungan atau susunan dari perusahaan-perusahaan
yang secara yuridis mandiri, yang terkait satu dengan yang lain begitu erat
sehingga membentuk suatu kesatuan ekonomi yang tunduk pada suatu pimpinan yaitu
suatu perusahaan induk sebagai pimpinan sentral.
PERMODALAN DALAM PERUSAHAAN GRUP
Permodalan didalam perusahaan grup akan lebih mudah terlaksana karena
banyak perusahaan anak yang terkuasai. Pemilikan modal besar akan lebih
memudahkan perusahaan holding mengambil alih sampai 51% saham dari perusahaan
yang diakuisisi. Menurut Yahya Harahap, penyertaan modal dari perusahaan induk
terhadap perusahaan anak (subsidiary)
dapat terjadi karena hubungan khusus lebih dari 50% saham anak perusahaan yang
dimiliki oleh induk perusahaannya.
PENGURUSAN DALAM PERUSAHAAN GRUP
Bentuk Holding Company
memungkinkan suatu perusahaan untuk membangun, mengendalikan, mengelola,
mengonsolidasikan, serta mengkoordinasikan aktivitas didalam sebuah lingkungan multibisnis.
Lebih dari 50% suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dikuasai oleh induk
perusahaannya. Kontrol atas jalannya perseroan, pengangkatan, serta pemberhentian
direksi dan komisaris sangat dipengaruhi oleh induk perusahaannya. Pengurusan
induk perusahaannya membawahi anak perusahaan.
CONTOH PERUSAHAAN HOLDING
Dalam perkembangannya, hukum korporasi saat ini sudah sedemikian pesat,
yang hingga dampak prakteknya dapat kita temui perusahaaan-perusahaan berskala
besar yang tidak lagi dijalankan melalui bentuk perusahaan tunggal, melainkan
dalam bentuk perusahaan group. Berbagai bentuk perusahaan group di Indonesia dapat
kita temui seperti Perusahaan Group Semen Gresik, Group Astra, Group Bakrie,
Group Bhaktie, Group Mnc dan lain sebagainya (Sulistiowati, 2010).
Contoh lain yaitu pembentukan Holding di dalam BUMN yang dilakukan pemerintah
seperti pada Perkebunan Nusantara Holding dengan PT. Perkebunan Nusantara III (Medan,
Sumut) sebagai induk perusahaan. Perusahaan-perusahaan ini bergerak dalam
bidang Agribisnis perkebunan Kelapa Sawit, Kopi, Karet, Teh, Kakao, Gula dan
lain-lain. Anak perusahaan ini diantaranya PTPN I (Langsa, Aceh), PTPN II
(Medan, Sumut), PTPN IV (Medan, Sumut) , PTPN V (Pekanbaru, Riau), PTPN VI
(Jambi, Jambi), PTPN VII (Lampung), PTPN VIII (Bandung, Jabar), PTPN IX
(Semarang, Jateng), PTPN X (Surabaya, Jatim), PTPN XI (Surabaya, Jatim), PTPN
XII (Surabaya, Jatim), PTPN XIII (Pontianak, Kalbar) dan PTPN XIV (Makassar,
Sulsel).
TANTANGAN PEMBENTUKAN HOLDING
BUMN DI INDONESIA
Lisnawati (2019) mengatakan bahwa pembentukan holding BUMN di Indonesia
memiliki beberapa tantangan.
Pertama, kewenangan pembentukan holding. Batasan terkait kewenangan Menteri Keuangan dan Menteri
BUMN dalam hal kuasa atas kekayaan negara yang dipisahkan dan peran untuk
melakukan pembinaan dan merumuskan kebijakan nasional terkait kelembagaan BUMN
masih perlu diselaraskan.
Kedua, pengembangan korporasi. Holding BUMN memiliki tantangan dalam mengembangkan korporasi.
Berdasarkan IMD World Competitivenes
Yearbook 2018, ketidaksiapan menghadapi pesaing perusahaan multinasional,
tingginya biaya logistik, kesulitan adaptasi menjadi perusahaan skala regional,
serta terbatasnya international talent yang membuat peringkat daya saing
Indonesia stagnan.
Ketiga, efisiensi. Skema holding
BUMN memungkinkan anak usaha di dalamnya berbagi peran ketika menjalankan
sebuah proyek. Bersatunya sejumlah entitas bisnis sejenis membuat alat
operasional dapat digunakan bersamasama. Hal itu tentu menghemat pengeluaran
dibandingkan jika setiap BUMN melakukan investasi masing-masing. Holding BUMN akan memperkecil jumlah
BUMN dan mempermudah pemerintah melakukan pengawasan BUMN. Dalam upaya untuk
mengurangi spend of control
Kementerian BUMN, maka opsi pengurangan BUMN perlu direalisasikan, baik melalui
percepatan pembentukan holding company
yang lain ataupun melalui langkah divestasi/likuidasi. Untuk BUMN yang lemah,
pemerintah sebaiknya tidak segan melakukan likuidasi sehingga holding company tidak terbebani dengan
BUMN yang lemah.
Keempat, potensi monopoli. Monopoli dalam pengelolaan prasarana
dan sarana publik yang strategis dapat terjadi jika telah terbentuk holding, dan tidak menutup kemungkinan
akses publik akan terjadi secara selektif dan hanya menekankan pada kepentingan
profit semata. Sangat penting bagi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
mengawasi terjadinya potensi monopoli oleh holding
BUMN.
Kelima, spend of control.
Pengawasan yang ketat oleh pemerintah dan BPK merupakan kunci utama dalam
mencegah terjadinya praktik yang tidak diinginkan dan merugikan BUMN.
Persoalannya, holding BUMN akan
memperlemah pengawasan pemerintah/BPK karena terjadi penurunan level atau kelonggaran
pengawasan. Pemerintah tidak lagi mengawasi langsung, melainkan harus melalui
BUMN holding.
“Tulisan
ini disusun berdasarkan Studi Literatur”
Sumber Pustaka :
Fuady, Munir. 1999. Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum
Bisnis. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Lisnawati. 2019. Tantangan
Pembentukan Holding Badan Usaha Milik Negara di Indonesia. Jurnal INFO SINGKAT
Bidang Ekonomi dan Kebijakan Publik Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI,
Kajian Singkat Terhadap Isu Aktual dan Strategis. Vol. XI No. 01 Edisi Januari
2019.
Manullang, M. 1984. Pengantar Ekonomi Perusahaan.
Yogyakarta: BLKM.
Pangaribuan, Emmy.
1996. Perusahaan kelompok. Yogyakarta:
Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada.
Sulistiawaty. 2008. Tanggung jawab perusahaan Induk Terhadap
Kreditur Perusahaan Anak. Tesis Pasca Sarjana. Yogyakarta: UGM.
Mantap👌
ReplyDeleteTerimakasih banyak
Delete