Praktikum Pengembangan Masyarakat "Realisasi CSR PetroChina Internasional Jabung Ltd."
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan merupakan segala
upaya yang terus-menerus ditujukan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat dan
bangsa yang belum baik, atau untuk memperbaiki kehidupan yang sudah baik
menjadi lebih baik lagi (Mardikanto, 2012). Pembangunan yang perlu diperhatikan
adalah pembangunan yang berpusat pada rakyat. Lebih lanjut Korten (1984)
menyebutkan bahwa fokus utama pembangunan yang berpusat pada rakyat adalah
untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengelola dan memobilisasi
sumber-sumber yang terdapat pada komunitas untuk memenuhi kebutuhan. Dengan
kata lain bahwa agribisnis yang berpusat pada rakyat adalah pemberdayaan (empowerment) yang mengarah pada
kemandirian masyarakat. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No 19 Tahun 2013
Pasal 40 Pemberdayaan Petani dilakukan untuk memajukan dan mengembangkan pola
pikir dan pola kerja petani, meningkatkan usahatani, serta menumbuhkan dan
menguatkan kelembagaan petani agar mampu mandiri dan berdaya saing tinggi.
Munculnya berbagai macam
perusahaan sebagai bagian dari proses pembangunan nasional dalam meningkatkan
pertumbuhan ekonomi telah membawa perubahan terhadap kehidupan masyarakat.
Selama itu, perusahaan dianggap sebagai lembaga yang dapat memberikan banyak
keuntungan bagi masyarakat seperti, memberikan kesempatan kerja, menyediakan
barang yang dibutuhkan masyarakat untuk konsumsi, membayar pajak, memberi
sumbangan, dan lain-lainnya. Namun dibalik itu semua, keberadaan perusahaan
ternyata juga banyak menimbulkan berbagai persoalan sosial dan lingkungan
seperti, polusi udara, keracunan, kebisingan, diskriminasi, pemaksaan,
kesewenang-wenangan, produksi makanan haram serta bentuk negative externalities lainnya. Sehingga perlu adanya Corporate Social Responsibility (CSR)
atau tanggungjawab sosial perusahaan.
Pemahaman Corporate Social
Responsibility (CSR) menurut (Anne, 2005) berkisar pada tiga hal pokok yakni
sukarela, kedermawanan, dan kewajiban. Mewajibkan Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan salah satu upaya
pemerintah dan menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan ekonomi.
Pemerintah berharap Corporate Social
Responsibility (CSR) tidak hanya sekedar kegiatan sukarela saja akan tetapi
menjadi sebuah tanggungjawab legal dan bersifat wajib serta dapat
berkesinambungan.
Secara empiris, komitmen
perusahaan untuk melaksanakan, menyajikan dan mengungkapkan informasi CSR dalam
pelaporan perusahaan ternyata mendatangkan banyak manfaat ekonomi bagi
perusahaan, yaitu antara lain (1) perusahaan dapat menghindari atau mengurangi
dampak negatif yang terjadi terhadap kinerja perusahaan, (2) perusahaan dapat
menciptakan goodwill atau penambah nilai bagi kinerja perusahaan, dan (3)
perusahaan dapat meningkatkan efisiensi atau mengurangi biaya sehingga kinerja
perusahaan menjadi lebih baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Watt Zimmerman
(1986) yang menyatakan bahwa biaya sosial yang dikeluarkan leh perusahaan
memiliki kemanfaatan di mata masyarakat, dan dapat meningkatkan laba
perusahaan.
Masyarakat sangat merespon
positif tentang masalah tanggung jawab
sosial yang diterapkan perusahaan. Apabila perusahaan memperhatikan kepentingan
masyarakat atau lingkungan disekitarnya, masyarakat pun akan mendukung,
merespon positif dan bahkan akan turut serta memajukan perusahaan tersebut,
maka hal ini dapat berpengaruh terhadap citra perusahaan dan berdampak pula
pada kinerja perusahaan tersebut, baik dari perspektif finansial maupun
nonfinansial. Perusahaan yang baik adalah perusahaan yang memiliki tingkat
profitabilitas dan tanggung jawab sosial yang baik. Masyarakat pada saat ini
tentu akan memilih-milih produk yang akan mereka konsumsi dan cenderung untuk
memilih produk yang diproduksi oleh perusahaan yang peduli terhadap lingkungan
atau yang menerapkan CSR di perusahaannya. CSR yang diterapkan perusahaan akan
disukai oleh konsumen dan menarik investor untuk menanamkan modalnya, sehingga
dapat digunakan sebagai salah satu alat pemasaran atau promosi yang tepat untuk
pertumbuhannya perusahaan secara berkelanjutan.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari kegiatan praktikum ini ialah sebagai
berikut:
1.
Menggali pemahaman perusahaan tentang Corporate Social Responsibility (CSR).
2.
Melihat pelaksanaan program Corporate Social Responsibility (CSR) oleh PetroChina International
Jabung Ltd.
3.
Mengkaji proses pemberdayaan petani-petani kopi Desa
Mekar Jaya dengan adanya program Corporate
Social Responsibility (CSR) oleh PetroChina International Jabung Ltd.
1.3 Manfaat
1.
Mengetahui pemahaman perusahaan tentang Corporate Social Responsibility (CSR).
2.
Mengetahui pelaksanaan program Corporate Social Responsibility (CSR) oleh PetroChina International
Jabung Ltd.
3.
Mengetahui proses pemberdayaan petani-petani kopi Desa
Mekar Jaya dengan adanya program Corporate
Social Responsibility (CSR) oleh PetroChina International Jabung Ltd.
4.
Sebagai wawasan keilmuan yang dapat menstimulasi penulis
untuk terus belajar mengenai Corporate Social Responsibility (CSR) serta
program-program yang dilaksanakannya.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1
Pembangunan
a.
Pengertian
Pembangunan
Pembangunan dalam kehidupan
sehari-hari dapat digunakan sebagai terjemahan atau istilah development, growth and change, modernization,
atau bahkan juga progress. Meskipun
demikian, apapun maksud, tujuan, dan makna yang terkandung dalam penelitian
yang dimaksudkan dalam satu istilah yang sama yaitu “pembangunan”, kesemuanya
akan selalu merujud pada sesuatu yang memiliki arah positif, lebih baik dan
lebih bermanfaat bagi kebaikan umat manusia secara individu maupun bagi
masyarakatnya (Ranchman, 2011).
Pembangunan merupakan segala
upaya yang terus-menerus ditujukan untuk memperbaiki kehidupan masyarakat dan
bangsa yang belum baik, atau untuk memperbaiki kehidupan yang sudah baik
menjadi lebih baik lagi (Mardikanto, 2012). Pembangunan yang perlu diperhatikan
adalah pembangunan yang berpusat pada rakyat. Lebih lanjut Korten (1984)
menyebutkan bahwa fokus utama pembangunan yang berpusat pada rakyat adalah
untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengelola dan memobilisasi
sumber-sumber yang terdapat pada komunitas untuk memenuhi kebutuhan. Dengan
kata lain bahwa agribisnis yang berpusat pada rakyat adalah pemberdayaan (empowerment) yang mengarah pada
kemandirian masyarakat. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang No 19 Tahun 2013
Pasal 40 Pemberdayaan Petani dilakukan untuk memajukan dan mengembangkan pola
pikir dan pola kerja petani, meningkatkan usahatani, serta menumbuhkan dan
menguatkan kelembagaan petani agar mampu mandiri dan berdaya saing tinggi.
2.2
Konsep Pemberdayaan
Masyarakat
a.
Pengertian
Pemberdayaan Masyarakat
Istilah “pemberdayaan” diambil
dari Bahasa Inggris “empowerment”,
yang berasal dari kata dasar “power”
berarti kekuatan atau “daya” dalam Bahasa Indonesia. Empowerment dalam Bahasa Inggris diterjemahkan sebagai pemberdayaan
dalam Bahasa Indonesia. Maka definisi pemberdayaan dirumuskan sebagai upaya
yang bertujuan untuk meningkatkan kekuatan/daya (power) pihak-pihak yang tidak atau kurang berdaya. Pemberdayaan
juga bermakna sebagai upaya distribusi ulang (redistribusi) kekuatan/daya (power)
dari pihak yang memilikinya kepada pihak yang tidak atau kurang memilikinya.
Karena itu, pemberdayaan selalu mengandung pengertian :
1.
Pengurangan atau pemindahan daya (power) atau upaya melakukan disempowerment/less
empowering pihak-pihak yang memiliki kekuatan/ daya (power).
2.
Penyerahan/penambahan daya (power) kepada pihak-pihak
yang diberdayakan (empowerment).
Konsep pemberdayaan dapat
dikatakan merupakan jawaban atas realitas ketidakberdayaan (disempowerment). Mereka yang tidak
berdaya jelas adalah pihak yang tidak memiliki daya atau kehilangan daya. Mereka
yang tidak berdaya adalah mereka yang kehilangan kekuatannya. Secara lebih
lengkap suatu pemberdayaan memiliki maksud untuk:
1.
Pemberdayaan bermakna kedalam, kepada masyarakat berarti
suatu usaha untuk mentranspormasikan kesadaran rakyat sekaligus mendekatkan
masyarakat dengan akses untuk perbaikan kehidupan mereka.
2.
Pemberdayaan bermakna keluar sebagai upaya untuk
menggerakkan perubahan kebijakan-kebijakan yang selama ini nyata-nyata merugikan
masyarakat. Pemberdayaan dalam segi ini bermakna sebagai pengendali yang
berbasis pada upaya memperlebar ruang partisipasi rakyat (Pambudi, 2003).
Secara etimologis pemberdayaan berasal
dari kata dasar daya yang berarti kekuatan atau kemampuan. Bertolak dari
pengertian tersebut, maka pemberdayaan dimaknai sebagai proses untuk memperoleh
daya, kekuatan atau kemampuan, dan atau pemberian daya, kekuatan atau kemampuan
dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau belum berdaya.
Pemberdayaan masyarakat biasa
dipahami atau diartikan sebagai proses mengembangkan, memandirikan,
menswadayakan, memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah
terhadap kekuatan kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan. ada
pula pihak lain yang menegaskan bahwa pemberdayaan adalah proses memfasilitasi warga
masyarakat secara bersamasama pada sebuah kepentingan bersama atau urusan yang
secara kolektif dapat mengidentifikasi sasaran, mengumpulkan sumber daya,
mengerahkan suatu kampanye aksi dan oleh karena itu membantu menyusun kembali
kekuatan dalam komunitas.
Hal ini juga dikuatkan oleh
pendapat Sumodingrat (2009), yang mengemukakan bahwa masyarakat adalah makhluk
hidup yang memiliki relasi sosial maupun ekonomi, maka pemberdayaan sosial
merupakan suatu upaya untuk membangun semangat hidup secara mandiri dikalangan
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup masing-masing secara bersama-sama.
b.
Proses Pemberdayaan
Pemberdayaan dapat diartikan
sebagai tujuan dan proses. Sebagai tujuan, pemberdayaan adalah suatu keadaan
yang ingin dicapai, yakni masyarakat yang memiliki kekuatan atau kekuasaan dan
keberdayaan yang mengarah pada kemandirian. Sebagai proses, pemberdayaan
masyarakat merupakan upaya untuk memandirikan masyarakat lewat perwujudan
potensi kemampuan yang mereka miliki (Sumodiningrat, 1999).
Proses pemberdayaan menurut
Wrihatnolo dan Dwidjowijoto (2007) terdiri dari tiga tahapan yaitu :
1.
Tahap pertama, yaitu penyadaran; proses penyadaran
dilakukan dengan memberikan pengetahuan yang bersifat kognitif, belief, dan healing kepada masyarakat agar menyadari
bahwa mereka mempunyai sesuatu yang dapat membantu mereka keluar dari
permasalahan yang dihadapi ataupun menjadi lebih baik dari kondisinya pada saat
itu.
2.
Tahap kedua, yaitu pengkapasitasan (capacity building), terdiri atas; Pengkapasitasan manusia, berarti
memampukan manusia baik secara individu maupun kelompok agar mampu menerima
daya atau kekuasaan yang akan diberikan. Bentuknya dapat berupa pendidikan,
pelatihan, seminar, workshop dan lain-lain.
3.
Tahap ketiga dari proses pemberdayaan adalah tahap
pendayaan atau pemberian daya yaitu pemberian kekuasaan pada
organisasi/masyarakat yang diberdayakan.
2.3
Pelaksanaan Program
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), pelaksanaan berasal dari kata laksana yang artinya menjalankan atau
melakukan suatu kegiatan. Pelaksanaan merupakan kegiatan yang dilaksanakan oleh
suatu badan atau wadah secara berencana, teratur dan terarah guna mencapai
tujuan yang diharapkan.
Program adalah segala sesuatu
yang dilakukan oleh seseorang dengan harapan akan mendatangkan hasil atau
pengaruh. Lebih lengkap lagi, Hasibuan (2006) juga mengungkapkan bahwa program
adalah, suatu jenis rencana yang jelas dan konkret karena di dalamnya sudah
tercantum sasaran, kebijaksanaan, prosedur, anggaran, dan waktu pelaksanaan
yang telah ditetapkan.
Selain itu, definisi program juga
termuat dalam Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional, menyatakan bahwa : Program adalah instrumen kebijakan
yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi
pemerintah/lembaga untuk mencapai sasaran dan tujuan serta memperoleh alokasi
anggaran atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi
masyarakat.
Berdasarkan beberapa definisi
tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan pelaksanaan
program adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh individu maupun
kelompok berbentuk pelaksanaan kegiatan yang didukung kebijaksanaan, prosedur,
dan sumber daya dimaksudkan membawa suatu hasil untuk mencapai tujuan dan
sasaran yang telah ditetapkan.
2.4
Konsep Corporate Social Responsibility (CSR)
a.
Pengertian Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social
Responsibility)
The World
Business Council for Sustainable Development di dalam Rahman (2009)
mendefinisikan CSR sebagai suatu komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam
pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan karyawan perusahaan, keluarga
karyawan tersebut, berikut komunitas setempat (lokal) dan masyarakat secara
keseluruhan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup
Sedangkan Suharto (2007)
menyatakan bahwa CSR merupakan operasi bisnis yang berkomitmen tidak hanya
untuk meningkatkan keuntungan perusahaan secara finansial, melainkan pula untuk
pembangunan sosial ekonomi kawasan secara holistik, melembaga dan
berkelanjutan. Dalam konteks pemberdayaan, CSR merupakan bagian dari policy perusahaan yang dijalankan secara
profesional dan melembaga. CSR kemudian identik dengan CSP (corporate social policy), yakni strategi
dan roadmap perusahaan yang
mengintegrasikan tanggungjawab ekonomis korporasi dengan tanggung jawab legal,
etis, dan social.
Definisi Corporate Social Responsibility (CSR) menurut Azhery (2012) adalah
sebagai komitmen perusahaan untuk melaksanakan kewajiban yang didasarkan atas
keputusan untuk mengambil kebijakan dan tindakan dengan memperhatikan
kepentingan para stakeholder dan
lingkungan di mana perusahaan melakukan aktivitasnya yang berlandaskan pada
ketentuan hukum yang berlaku.
Secara konseptual pendekatan CSR
adalah sebuah pendekatan di mana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial
dalam operasi bisnis dan interaksi mereka dengan para pemangku kepentingan
berdasarkan prinsip kesukarelaan dan kemitraan. CSR merupakan upaya
sungguh-sungguh dari perusahaan untuk meminimalkan dampak negatif dan
memaksimalkan dampak positif operasinya terhadap seluruh pemangku kepentingan
dalam ranah ekonomi, sosial, lingkungan agar mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
Secara emplisit defenisi tersebut berarti mengajak perusahaan untuk
bersungguh-sungguh dalam upaya memberikan manfaat atas kehadirannya bagi umat
manusia saat ini (Ranchman, 2011).
b.
Peraturan Tentang
Tanggung Jawab Sosial Perusahaan CSR (Corporate
Social Responsibility)
1.
Undang-undang No 40 Tahun 2007 pasal 74 tentang Perseroan
Terbatas.
Ayat (1) perseroan
yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan/atau berkaitan dengan
sumberdaya alam wajib melaksanakan tanggungjawab sosial dan lingkungan.
Ayat (2)
tanggungjawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
merupakan kewajiaban bagi perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai
biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan
dan kewajaran.
Ayat (3) perseroan
yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana pada ayat (1) dikenai sanksi
dengan peraturan perundang-undang.
Ayat (4) ketentuan
lebih lanjut mengenai tanggungjawab sosial dan lingkungan diatur dengan
peraturan pemerintah.
Perusahaan juga harus melaporkan
realisasinya masuk dalam laporan tahunan serta wajib dipertanggungjawabkan
dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Namun, aturan ini tidak menyebutkan
besaran kewjiban perusahaan menyisihkan dananya untuk program Corporate Social Responsibility (CSR).
Sedangkan untuk ukurannya hanya berdasarkan keputusan dan kewajaran saja. Soal
kewajiban memasukkan program Corporate
Social Responsibility (CSR) dalam rencana kerja tahunan saat ini hanya bisa
tertumpu kepada pemegang saham. Program tanggungjawab sosial dan lingkungan
dilakukan oleh direksi berdasarkan rencana kerja tahunan perseroan setelah
mendapat persetujuan Dewan Komisaris. Para pemegang saham seharusnya mengawasi Corporate Social Responsibility (CSR)
sesuai rencana tahunan perusahaan. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara BUMN
No: Per-05/MBU.2007 Pasal 9 jumlah pendanaan program maksimal sebesar 2% (dua
persen) dan laba bersih untuk Program Kemitraan dan maksimal 2% (dua persen) dari
laba bersih untuk Program Bina Lingkungan.
Berdasarkan Undang-Undang dan
peraturan pemerintah diharapkan ada aturan mengenai kewajiban tanggungjawab
sosial perusahaan secara mendetail, yang tidak diatur dalam UU No 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas, yang termuat dalam Pasal 74 (1) mengatakan bahwa
perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan/atau berkaitan dengan
sumberdaya alam wajib melaksanakan tanggungjawab sosial dan lingkungan.
Meskipun demikian PP yang telah ditandatangani Presiden pada 4 April 2012 telah
menguatkan pengaturan perundang-undangan sesuai dengan bidang usaha perusahaan
yang beroperasi di Indonesia.
2.
Peraturan Pemerintah Pasal 2 dan 3 ayat (1) Nomor 47
Tahun 2012 tentang tanggungjawab sosial dan lingkungan Perseroan Terbatas,
menjelaskan tentang tanggungjawab sosial perusahaan, dengan bunyi lengkap,
sebagai berikut:
Pasal
2 “Setiap Perseroan selaku subjek hukum mempunyai tanggungjawab sosial dan
lingkungan.”
Pasal
3 “Tanggungjawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2
menjadi kewajiban bagi perusahaan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang
atau berkaitan dengan sumberdaya alam berdasarkan Undang-undang”.
Munculnya dua peraturan di atas,
menunjukkan adanya peraturan yang secara tegas mengatur tentang kewajiban
tanggungjawab sosial dan lingkungan bagi Perseroan Terbatas atau yang
sebelumnya dikenal dengan Corporate
Social Responsibility (CSR). Saat ini perseroan tidak hanya dituntut
mencari keuntungan atau laba semata, tetapi juga harus memperhatikan
tanggungjawab sosial dan lingkungan. Agar pelaksanaan dari tanggungjawab sosial
dan lingkungan Perseroan Terbatas dapat diterapkan dengan baik dan efektif maka
perlu dilihat norma atau aturannya terlebih dahulu mengenai pengaturan ruang
lingkup tanggugjawab sosial dan lingkungan Perseroan Terbatas (May, 2012)
3. Undang-Undang No 25 Tahun 2007 Pasal 34 tentang Penanaman Modal Masyarakat
a)
Badan usaha atau
usaha perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang tidak memenuhi
kewajiban sebagaimana ditentukan dalam Pasal 5 dapat dikenai sanksi
administratif berupa:
1)
Peringatan tertulis;
2)
Pembatasan kegiatan
usaha;
3)
Pembekuan kegiatan
usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau
4)
Pencabutan kegiatan
usaha dan/atau fasilitas penanaman modal.
b) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh instansi atau lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c)
Selain dikenai sanksi
administratif, badan usaha tau usaha perseoranagan dapat dikenai saksi lainnya
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Uraian pasal 34 tersebut, sangat
jelas bahwa Badan Usaha yang diatur sesuai dengan ketentuan pasal 5
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal
wajib melakukan Corporate Social
Responsibility (CSR), jika badan usaha tersebut melanggar maka dikenai
sanksi administratif, selain itu dapat juga dikenai sanksi lainnya sesuai
dengan ketentuan peraturan perundaang-undangan.
c.
Konsep Triple Bottom Line dalam Tanggung Jawab
Sosial Perusahaan (Corporate Social
Responsibility)
1)
Profit, perusahaan memiliki tanggungjawab terhadar
profit, yaitu untuk menigkatkan pendapatan perusahaan.
2)
People, perusahaan memiliki tanggungjawab terhadap
people, yaitu untuk mensejahterakan karyawannya dan juga masyarakat.
3)
Planet, perusahaan bertanggungjawab terhadap planet,
yaitu untuk menjaga dan meningkatkan kualitas alam serta lingkungan dimana perusahaan
tersebut beroperasi. Ketiga prinsip tersebut saling mendukung seperti pada
Gambar.
d.
Alasan Perusahaan
Melakukan Corporate Social Responsibility
(CSR)
Konsep mengenai Corporate
Social Responsibility (CSR) mulai dibicarakan di Indonesia sejak tahun
2001, banyak perusahaan maupun instansi-instansi sudah melihat Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai
suatu konsep pemberdayaan masyarakat. Pelaksanaan Corporate
Social Responsibility (CSR) semakin beranekaragam
mulai dari bentuk program yang dilaksanakan, maupun dari sisi dana yang
digulirkan untuk program tersebut. Menurut Hadi (2011) perusahaan melakukan Corporate Social Responsibility (CSR),
memiliki beberapa alasan berikut:
1)
Alasan Sosial, perusahaan melakukan program Corporate Social Responsibility (CSR)
untuk memenuhi tanggungjawab sosial kepada masyarakat. Sebagai pihak luar yang
beroperasi pada wilayah orang lain perusahaan harus memperhatikan masyarakat
sekitar. Perusahaan harus ikut menjaga kesejahteraan ekonomi masyarakat dan menjaga
lingkungan dari kerusakan yang ditimbulkan.
2)
Alasan Ekonomi, motif perusahaan melakukan Corporate Social Responsibility (CSR)
tetap berujung pada keuntungan. Perusahaan melakukan Corporate Social Responsibility (CSR) untuk menarik simpati
masyarakat dengan membangun image positif.
3) Alasan Hukum, perusahaan melakukan program Corporate Social Responsibility (CSR)
karena peraturan pemerintah, karena ada tuntutan yang jika tidak dilakukan akan
dikenai sanksi atau denda dan bukan karena kesadaran perusahaan untuk ikut
serta menjaga lingkungan. Akibatnya banyak perusahaan melakukan Corporate Social Responsibility (CSR)
sekedar ikut-ikutan atau untuk mengindari sanksi dari pemerintah. Hal ini
diperkuat dengan dikeluarkannya Undang-Undang PT No. 40 Pasal 74 yang isinya
mewajibkan pelaksanaan Corporate Social
Responsibility (CSR) bagi perusahaan-perusahaan yang terkait terhadap SDA
dan yang menghasilkan limbah.
e.
Pemahaman Terhadap Corporate Social Responsibility (CSR)
Pemahaman perusahaan tentang Corporate Social Responsibility (CSR)
menurut (Anne, 2005) yang pada umumnya berkisar pada tiga hal pokok, yang
meliputi:
1.
Kemanusiaan dan lingkungan yang terus meningkat. Suatu
peran yang sifatnya sukarela (voluntary),
di mana suatu perusahaan mengatasi masalah sosial dan lingkungan, oleh karena
itu perusahaan memiliki kehendak bebas untuk melakukan atau tidak melakukan
peran ini.
2.
Perusahaan menyisihkan sebagian keuntungan untuk
kedermawanan (philantropy) yang
tujuannya untuk memberdayakn sosial dan perbaikan kerusakan lingkungan akibat
eksplorasi dan eksploitasi
3.
Corporate Social
Responsibility (CSR) sebagai bentuk kewajiban (obligation)
perusahan untuk peduli terhadap dan mengentaskan krisi kemanusiaan dan
lingkungan yang terus meniangkat.
f.
Bentuk-Bentuk CSR di
Lapangan
Terlepas dari karakter dan motif
yang dijadikan pijakan atau mewarnai praktik tanggungjawab sosial perusahaan,
terdapat gejala menarik pada praktik pelaksanaan. Hal ini terlihat bahwa
terdapat tiga tingkat pemahaman terhadap program CSR (Anne, 2005) yakni:
1.
Pemahaman bahwa program Corporate Social Responsibility (CSR) bersifat “charity”, hanya sekedar bagi-bagi uang
untuk kegiatan dalam masyarakat. Bentuk kegiatan seperti ini dampaknya terhadap
masyarakat adalah “meyelesaikan masyarakat sesaat” hampir tidak ada dampak pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat, selain lebih mahal, dampak jangka panjang
tidak optimal untuk membentuk citra perusahaan, dari sisi biaya, promosi
kegiatan sama mahalnya dengan biaya publikasi kegiatan. Walupun masih sangat
relevan, tetapi untuk kepentingan perusahaan dan masyarakat dalam jangka
panjang lebih dibutuhkan pendekatan Corporate
Social Responsibility (CSR) yang berorientasi pada pendekatan produktivitas
dan mendorong kemandirian masyarakat.
2.
Pemahaman bahwa program Corporate Social Responsibility (CSR) bahwa bersifat membantu usaha
kecil secara parsial. Saat ini semakin banyak perusahaan yang menyadari
pentingnya pendekatan Corporate Social
Responsibility (CSR) yang berorientasi pada peningkatan produktivitas dan
mendorong kemandirian masyarakat, salah satu bentuk kegiatannya adalah membantu
usaha kecil, tetapi benyuk kegiatan perkuatan tersebut masih parsial,
memisahkan kegiatan program yang bersifat pendidikan, ekonomi, infrastruktur,
dan kesehatan. Walaupun lebih baik ternyata pada tingkatan masyarakat kegiatan
ini tidak dapat diharapkan berkelanjutan, bahkan cenderung meningkatkan
kebergantungan masyarakat pada perusahaan, sehingga efek pada pembentukan citra
ataupun usaha untuk menggalang kerjasama dengan masyarakat tidak didapat secara
optimal.
3.
Pemahaman bahwa program Corporate Social Responsibility (CSR) bersifat peningkatan
kapasitas/pemberdayaan. Program Corporate
Social Responsibility (CSR) akan memberi dampak ganda untuk perusahaan dan
masyarakat karena:
a)
Dari awal
dirancang untuk meningkatkan produktivitas guna meningkatkan daya beli sehingga
meningkatkan akses pada pendidikan dan kesehatan jangka panjang. Untuk itu
perlu diberikan penekanan pada keberlanjutan penguatan ekonomi secara mandiri
(berjangka waktu yang jelas/mempunyai exit
policy yang jelas)
b)
Untuk memberikan ungkitan besar pada pendapatan
masyarakat maka kegiatan perkuatan dilakukan pada rumpun usaha spesifik yang
saling terkait dalam rantai nilai, setiap pelaku pada mata rantai nilai pada dasarnya adalah organ ekonomi yang
hidup, perkuatan dilakukan untuk meningkatkan metabolisme (aliran barang, jasa,
uang, informasi dan pengetahuan) dalam sistem yang hidup tesebut pada
gilirannya akan meningkatkan performance setiap
organ.
c)
Program pendidikan, kesehatan, dan infrastuktur dirancang
sinergis dengan penguatan ekonomi sehingga mampu meningkatkan indeks pembangunan
manusia pada tingkat lokal.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
Filosofi Pemberdayaan
Masyarakat
Pemberdayaan
merupakan upaya yang dilakukan oleh masyarakat, dengan atau tanpa pihak luar
untuk memperbaiki kehidupannya yang berbasis kepada daya mereka sendiri,
melalui upaya optimasi daya serta peningkatan posisi tawar yang dimiliki. Pemberdayaan harus menempatkan
kekuatan masyarakat sebagai modal utama serta menghindari rekayasa pihak luar
yang seringkali mematikan kemandirian masyarakat setempat.
Herne (1955) mengemukakan pemberdayaan sebagai helping people to help them selves.
Dalam pemahaman demikian, terkandung pengertian:
a) Fasilitator harus bekerjasama dengan
masyarakat, bukannya bekerja untuk masyarakat,
b) Pemberdayaan tidak boleh menciptakan
ketergantungan, tetapi harus mendorong semakin terciptanya kemandirian dan
kreativitas agar semakn tercipta kemampuan untuk berswakarsa, swadaya, swadana
dan swakelola,
c) Pemberdayaan masyarakat harus selalu
mengacu kepada terwujudnya kesejahteranaan ekonomi dan peningkatan harkatnya
sebagai manusia.
Apabila melihat program yang telah dilaksanakan
oleh Perusahaan PetroChina International Jabung Ltd. terhadap masyarakat Desa
Mekar Jaya, pemberdayaan yang dilakukan telah mencapai tujuan secara filosofis.
Pihak perusahaan memberikan bantuan dan inovasi akan tetapi tidak melepas
masyarakat untuk melakukan sendiri. Perusahaan menyediakan pendamping untuk
melakukan pengawasan, pengarahan dan membimbing masyarakat melakukan program
tersebut. Pendampingan ini dimaksudkan supaya setiap bantuan yang telah
diberikan tidak berlalu begitu saja, tetapi berkelanjutan.
Mengacu kepada filosofinya, masyarakat
telah dijadikan sebagai subjek bukan objek sehingga dalam setiap kegiatan
kekuatan masyarakat ditempatkan sebagai modal utama sehingga menghindari rekayasa pihak luar yang
seringkali mematikan kemandirian masyarakat setempat. Masyarakat
telah mampu melakukan seluruh subsistem dari sistem agribisnis secara mandiri
mulai dari pembibitan, pemeliharaan, panen maupun pascapanen.
Program ini juga telah mencapai
pemberdayaan sebagai helping people to help them selves. PetroChina sebagai fasilitator telah menjalin
kerjasama yang baik dengan masyarakat dalam membangun bisnis berupa Gerai UMKM
Mekar Jaya. Hal ini sejalan pula dengan slogan yang digaungkan yaitu “Menjalin
Kemitraan Menumbuhkan Kemandirian”. Upaya ini dapat mendorong semakin
terciptanya kemandirian dan kreativitas agar semakin tercipta kemampuan untuk
berswakarsa, swadaya dan swakelola. Pada akhirnya, setiap program yang telah
dilaksanakan mengacu kepada terwujudnya kesejahteraan ekonomi dan peningkatan
harkat masyarakat pelaku UMKM.
3.2
Prinsip Pemberdayaan
Masyarakat
Prinsip adalah suatu pernyataan tentang kebijaksanaan yang
dijadikan pedoman dalam pengambilan keputusan dan dalam melaksanakan kegiatan
secara konsisten.
Mencakup prinsip pemberdayaan yaitu: (1) Mengerjakan, artinya pemberdayaan masyarakat harus
melibatkan masyarakat untuk mengerjakan/menerapkan sesuatu, (2) Akibat,
Kegiatan pemberdayaan masyarakat harus memberikan akibat atau pengaruh yang
baik atau bermanfaat, (3) Asosiasi, Setiap kegiatan pemberdayaan masyarakat
harus dikaitkan dengan dengan kegiatan lainnya.
Mengacu kepada
prinsipnya, kegiatan pemberdayaan yang dilaksanakan oleh PetroChina
International Jabung Ltd. telah mengikuti prinsip mengerjakan, akibat dan
asosiasi. Setiap program yang dicanangkan selalu melibatkan masyarakat sebagai
subjek untuk mengerjakan/menerapkan sesuatu. Program peningkatan bisnis Produk
Industri Kecil Menengah di Kecamatan Betara telah memberdayakan seluruh
kekuatan yang dimiliki masyarakat. Masyarakat pelaku UMKM telah menghasilkan
berbagai produk seperti aneka kerajinan tempurung kelapa, aneka motif batik,
aneka olahan hasil laut, KUB mawar, aisha craft, kerajinan anyaman pandan
hingga kerajinan songket.
Kegiatan pemberdayaan
yang telah dilakukan perusahaan PetroChina sangat memberikan dampak baik bagi
masyarakat secara khusus daerah Ring 1
operasi PetroChina. Dampak yang diberikan sangat membantu masyarakat mulai dari
peningkatan kesejahteraan ekonomi, peningkatan fasilitas kesehatan, peningkatan
infrastruktur serta peningkatan kualitas pendidikan.
Kegiatan-kegiatan
perusahaan tersebut juga menerapkan prinsip asosiasi yaitu dikaitkan dengan
kegiatan lainnya. Selain daripada upaya peningkatan iklim bisnis perusahaan
juga meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat baik edukatif maupun religi.
3.3
Tujuan Pemberdayaan
Masyarakat
Tujuan pemberdayaan masyarakat yaitu perbaikan mutu
hidup manusia, baik secara fisik, mental, ekonomi maupun sosial budayanya.
Dalam konteks pertanian, better farming,
better business dan better living. Disamping itu perlu juga better organization, better community dan better environment.
Pemberdayaan yang
dilakukan telah mengacu kepada tujuan pemberdayaan itu sendiri. Berbagai
pencapaian telah diraih melalui upaya menciptakan keadaan yang better farming, better
business, better living, better organization, better community dan better environment. Pihak perusahaan telah memberikan pengetahuan dan
bantuan yang bersifat operasional dalam meningkatkan kualitas on-farm dari kegiatan uasahatani kopi
Liberika di daerah itu. Selain itu, upaya yang juga dilakukan ialah merubah
pola penanganan pasca panen kopi sehingga mampu menjaga konsistensi mutu dari
kopi yang diproduksi. Hal ini mengacu pula dalam pencapaian better business yang terlihat pula pada
upaya menembus pasar yang lebih luas lagi bahkan pasar internasional.
Dari semua upaya yang
telah dilaksanakan beberapa program telah berdampak pada pencapaian better living. Melalui upaya mengubah
cara budidaya hingga penanganan pasca panen berhasil meningkatkan harga kopi
yang dihasilkan. Hal ini berdampak pula pada peningkatan pendapatan masyarakat
petani kopi Liberika. Sehingga hal ini mampu meningkatkan kualitas kehidupan
masyarakat pelaku usahatani kopi Liberika.
Selain dari semua hal
yang telah disebutkan diatas perusahaan juga berupaya mencapai kualitas sosial
dan ekologi seperti peningkatan mutu kelompok, peningkatan kualitas sosial
komunitas masyarakat serta mengupayakan perbaikan lingkungan melalui pengadaan
sarana prasarana yang mendukung lingkungan hidup.
3.4
Tahapan Proses
Pemberdayaan Masyarakat
Tahapan-tahapan kegiatan pemberdayaan
itu sendiri mencakup Keinginan untuk Berubah, Kemauan dan Keberanian untuk Berubah, Kemauan untuk Berpartisipasi, Peningkatan Partisipasi, Tumbuhnya Motivasi Baru untuk Berubah, Peningkatan Efektivitas dan Efisensi Pemberdayaan serta Tumbuhnya Kompetensi untuk Berubah
Pertama,
menumbuhkan keinginan pada diri seseorang untuk berubah dan memperbaiki, yang
memerlukan titik awal perlunya pemberdayaan. Tanpa adanya keinginan untuk
berubah dan mempernaiki, maka semua upaya pemberdayaan masyarakat yang
dilakukan tidak akan memperoleh perhatian, simpati atau partisipasi masyarakat. Menumbuhkan keinginan pada diri
masyarakat untuk mengambil keputusan untuk mengikuti pemberdayaan melalui model
komunikasi yang mampu menarik perhatian masyarakat bahwa model/metode yang
sedang masyarakat terapkan memiliki kelemahan yang cukup krusial. Sehingga
diperlukan mengubah metode untuk memperoleh hasil yang lebih baik.
Kedua,
menumbuhkan kemauan dan keberanian untuk melepaskan diri dari
kesenangan/kenikmatan dan hambatan-hambatan yang dirasakan, untuk kemudian
mengambil keputusan mengikuti pemberdayaan demi terwujudnya perubahan dan
perbaikan yang diharapkan.
Menumbuhkan kemauan dan keberanian diri masyarakat untuk kemudian memutuskan
untuk mengikuti pemberdayaan demi terwujudnya perubahan dilakukan pula dengan
komunikasi persuasif dengan tetap mengedepankan harapan masyarakat akan
keberhasilan program yang akan diikutinya.
Ketiga,
mengembangkan kemauan untuk mengikuti atau mengambil bagian dalam kegiatan
pemberdayaan yang memberikan manfaat atau perbaikan keadaan. Setelah komunikasi persuasif berhasil dilakukan,
maka diperlukan upaya mengembangkan kemauan masyarakat untuk mengikuti atau
mengambil bagian dalam kegiatan pemberdayaan yang memberikan manfaat atau
perbaikan keadaan.
Keempat,
peningkatan peran atau partisipasi dalam kegiatan pemberdayaan yang telah
dirasakaan manfaat/perbaikannya.
Setelah masyarakat merasakan bahwa kegiatan pemberdayaan tersebut memberikan
manfaat bagi masyarakat perlu dilakukan peningkatan peran ataupun partisipasi
dalam setiap kegiatan.
Kelima,
peningkatan peran pada kegiatan pemberdayaan, yang ditunjukkan berkembangnya
motivasi-motivasi untuk melakukan perubahan
Keenam,
peningkatan efektifitas dan efisiensi kegiatan pemberdayaan
Ketujuh,
peningkatan kompetensi untuk melakukan perubahan melalui kegiatan baru
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1.
PetroChina merupakan
perusahaan yang beroperasi di daerah Kabupaten Tanjung Jabung Barat. PetroChina
melakukan kegiatan Corporation Social
Responsibility (CSR) di daerah Praktikum yaitu Desa Mekar Jaya Kecamatan
Betara.
2.
Dalam setiap kegiatan dan
program CSR yang dilaksanakan oleh PetroChina telah mengacu kepada aspek
Filosofis, Prinsipil, Tujuan dan Tahapan secara baik. Banyak hal telah dicapai
dalam kegiatan pemberdayaan seperti mendirikan Gerai Meja UMKM komoditi kopi
Liberika, Pembangunan infrastruktur, peningkatan kapabilitas guru, dst.
4.2 Saran
Disarankan kepada praktikan yang
kemudian akan melakukan praktikum untuk mencari terlebih dahulu seluk beluk dan
hal mengenai daerah maupun perusahaan yang akan dituju sebagai tempat untuk
praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Anne, L. T. (2005). Business and Society: Stake Holders, Ethics, Public
Policy. (International, 11 ed.): Mc Graw Hill. Initiative, G. C.
Mardikanto, Totok dan Poerwoko Soebiato. 2012. Pemberdayan Masyarakat Dalam
Prespektif Kebijakan Publik Bandung Alfabeta.
Korten, C. David. 1984. Strategic Organizatoin for
Poeople-Centered Development, Public Administration Review, Vol.44, No.4
(Julai/Agustus).
Ranchman, Nurdizal. M, Asep Efendi, dan Amir Wicaksana
2011. Panduan Lengkap Perencanaan CSR. Jakarta. Penebar Swadaya.
Pambudi, Himawan S. Dkk, Politik Pemberdayaan: Jalan
Mewujudkan Otonomi Desa, Yogyakarta, LAPPERA Pustaka Utama, 2003.
Sumodiningrat, Gunawan. 1999. Pembangunan Daerah dan
Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Bina Rena P Pariwara
Wrihatnolo, Randi R dan Riant Nugroho Dwidjowijoto.
2007. Manajemen Pemberdayaan: Sebuah Pnegantar dan Panduan untuk Pemberdayaan
Mayarakat. Jakarta: Media Komputindo
Hasibuan, Malayu S.P, 2006, Manajemen Dasar,
Pengertian, dan Masalah, Edisi Revisi. Bumi Aksara: Jakarta
Rahman, Reza. 2009. Corporate Social Responsibility:
Antara Teori dan Kenyataan. Yogyakarta : Media Presindo.
Suharto, Edi (2007), Pekerjaan Sosial di Dunia
Industri: Memperkuat Tanggungjawab Sosial Perusahaan (Corporate Social
Rensposibility), Bandung: Refika Aditama
Post a Comment for "Praktikum Pengembangan Masyarakat "Realisasi CSR PetroChina Internasional Jabung Ltd.""