Lockdown VS Social Distancing: Mana Lebih Baik?


Lockdown VS Social Distancing: Mana Lebih Baik?
Jekson Banjarnahor*



Corona Virus Disease atau (COVID-19, begitu orang-orang menyematkan sebutan bagi Virus Corona Baru yang saat ini mewabah di 213 negara di dunia termasuk Indonesia. Tercatat ribuan kasus akibat virus ini telah terjadi di seluruh wilayah Indonesia. Seluruh elemen pemerintah, swasta maupun masyarakat sipil diajak untuk turut serta ambil bagian melakukan berbagai upaya percepatan penanganan dampak pandemik ini. Mulai dari penyediaan fasilitas Rumah Sakit, Ruang Isolasi, Alat Pelindung Diri (APD), Disinfektan, hingga melakukan sosialisasi tentang penerapan Social Distancing pada masyarakat. Apapun kebijakan yang diambil tentu saja belum tentu diterima oleh kurang lebih 260 juta masyarakat Indonesia.

Indonesia harus segera melakukan Lockdown”.

Ya, banyak pihak sepakat dengan kalimat tersebut dan menuntut Pemerintah RI untuk segera melakukannya. Namun tidak sedikit pula pihak yang menentang pendapat tersebut. Maka menjadi pertanyaan besar bagi masyarakat apakah efektif jika Indonesia hanya melakukan pembatasan sosial saja.


Sebelum mengambil keputusan mana yang sebenarnya baik untuk diterapkan maka defenisi dari masing-masing istilah itu perlu kita ketahui. Istilah Lockdown dapat diartikan sebagai sebuah upaya menutup akses pintu masuk dan keluar suatu wilayah secara penuh dengan tujuan meminimalisir terjadinya transfer virus dari luar. Sedangkan Social Distancing merupakan suatu upaya mengurangi aktivitas di luar rumah dan interaksi dengan orang lain baik mengurangi kontak maupun tatap muka langsung. Sosial Distancing masih memungkinkan masyarakat untuk beraktivitas di luar rumah dalam keadaan mendesak ataupun untuk memperoleh tindakan medis. Berbeda dengan Lockdown yang secara penuh melarang adanya aktivitas luar rumah.

Secara ekonomi tentu saja kebijakan Lockdown akan memberi dampak yang sangat berbahaya bagi negara disbanding kebijakan Social Distancing. Mengapa secara ekonomi? Karena berdasarkan pengalaman Indonesia dalam catatan sejarah tahun 1998, gejolak perekonomian dapat berdampak buruk bagi masyarakat bukan hanya secara ekonomi tetapi bahkan terhadap social budaya masyarakat itu sendiri.

Tolok ukur kinerja perekonomian secara umum yang digunakan banyak negara ialah nilai Gross Domestic Bruto (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB). Dimana nilai ini didapatkan dari perhitungan Konsumsi Masyarakat (C), Investasi Perusahaan (I), Pengeluaran Pemerintah (G) dan Ekspor (X) – Impor (M) seperti berikut:

GDP = C + I + G + (X - M)
Konsumsi, Investasi dan Perdagangan Internasional adalah tiga komponen yang akan memperoleh dampak berat apabila kebijakan Lockdown diberlakukan.

Konsumsi

Pelaku yang mempengaruhi nilai konsumsi ialah masyarakat. Pembatasan aktivitas masyarakat secara penuh tentu saja berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dimana masyarakat akan merubah pola konsumsinya dan hanya akan mengkonsumsi barang-barang primer saja sehingga banyak perusahaan sektor industri pengolahan akan melemah. Misalnya saja ayam goreng krispi yang usahanya banyak berdiri di kota-kota besar. Dapat dipastikan output yang mereka terima berbeda jauh dengan hari-hari biasanya. Contoh lain yang terdampak yaitu konsumsi terhadap produk jasa seperti angkutan online, tempat hiburan dan perhotelan. Maka tidak heran jika media massa memberitakan beredar bahwa banyak pekerja di-PHK. Keputusan ini sangat wajar diambil perusahaan untuk menghindari terjadinya kebangkrutan.

Investasi

Berbanding lurus dengan sisi konsumsi, investasi juga akan mengalami fase terburuknya apabila Lockdown diterapkan. Masyarakat merupakan objek utama yang menjadi target dari kegiatan investasi perusahaan. Bagaimana perusahaan dapat meningkatkan output-nya apabila masyarakat sebagai konsumen tidak keluar rumah sama sekali untuk membeli produk maupun jasanya. Bagaimana pula perusahaan dapat berproduksi apabila mengalami kesulitan bahan baku karena bahan baku harus diimpor dari luar negeri seperti Tiongkok. Kemungkinan terburuk yang dapat terjadi yaitu banyak perusahaan gulung tikar. Dapat dipastikan hal ini akan memberi dampak negatif bagi pendapatan nasional.

Perdagangan Internasional

Kegiatan perdagangan internasional tidak akan luput dari dampak kebijakan Lockdown apabila diterapkan. Bahkan sektor pariwisata akan mencatatkan pendapatannya sebesar nol rupiah apabila lockdown benar-benar diterapkan. Padahal wisatawan mancanegara dan kegiatan ekspor merupakan tumpuan Indonesia untuk memperoleh devisa. Dan lagi, devisa merupakan alat satu-satunya bagi Indonesia untuk membayar hutang dan melakukan impor barang. Kita bisa membayangkan apa yang terjadi.

Perbedaan konkret antara Lockdown dan Social Distancing terletak pada seluruh kegiatan tersebut. Tentu saja selama kebijakan yang diambil hanya sebatas mengurangi kegiatan luar rumah, kegiatan di atas masih tetap dapat dilakukan dan perekonomian masih tetap dapat berputar. Efektif atau tidaknya Social Distancing diterapkan kembali kepada masyarakat itu sendiri. Maka penulis mengajak pembaca untuk bijak mengambil sikap, di rumah aja, jangan mudik dan terapkan hidup sehat.

Namun sebelum memberikan komentar negatif, pembaca harus memahami bahwa pendapat di atas adalah pendapat pribadi penulis. Tidak ada pemaksaan bagi para pembaca untuk sepemahaman dengan penulis. Terimakasih bagi anda yang sudah berkunjung, semoga tulisan ini dapat bermanfaat. Jangan lupa untuk meninggalkan komentar dan share jika bermanfaat.

“Sejarah mencatat bahwa sektor yang tangguh bahkan tetap tumbuh positif selama krisis ekonomi 1998 adalah sektor pertanian. Di masa sekarang ini investasi terhadap alam adalah satu-satunya cara untuk dapat terhindar dari kelaparan.”


Post a Comment for "Lockdown VS Social Distancing: Mana Lebih Baik?"